Hello, Sangiang.

Kawasan Pantai Anyer mungkin sudah tidak asing lagi terdengar di telinga orang-orang, terutama warga Jakarta dan sekitarnya. Pilihan yang cukup dekat dan terjangkau untuk warga ibukota yang hendak melepas penat dan merindukan suasana pantai. Namun banyak yang tidak tahu bahwa ada tempat menarik lain di dekat Pantai Anyer. Pulau Sangiang namanya.

Pulau Sangiang atau Shanghyang terletak di perairan selat sunda dan dapat dicapai dengan cara menyebrang menggunakan kapal dari Anyer. Akhir pekan kemarin saya dan 15 orang lain berhasil memuaskan rasa penasaran kami terhadap pulau tersebut. Berangkat dari Cikarang pukul 3 dini hari, akhirnya jam 11 pagi kami sampai di Pulau Sangiang menggunakan kapal yang telah kami sewa sebelumnya. Tidak ada transportasi umum menuju pulau tersebut. Jalan satu-satunya adalah menyewa kapal yang cukup mahal harganya, atau mungkin bisa berenang (haha garing). Jarak Anyer - Pulau Sangiang cukup dekat hanya 1,5 jam perjalanan. Pulau tersebut bahkan terlihat dari bibir pantai. 

Peringatan: postingan ini akan berisi banyak sekali foto karena kamera saya yang baru saja kembali setelah hampir setahun dipinjam oleh adik tercinta, saya jadi membabi buta memuaskan kerinduan memotret :D

Sangiang, come to mama..
Pulau Sangiang bisa dikatakan masih primitif, minim penduduk, dan masih kental nuansa mistisnya. Oleh karena itu kami semua diharuskan melakukan sebuah ritual sebelum menginjak pulau tersebut. 'Bisi celaka' kata awak kapal kami. Ritual tersebut adalah menggambarkan tanda silang (X) di kedua telapak kaki dengan menggunakan air jeruk nipis dimulai dari kaki kanan, dilanjutkan membaca doa.

Doa yang dituliskan awak kapal.

Ombak yang cukup besar memang paling ampuh ditaklukkan dengan tidur.
Kesan pertama yang saya dapatkan dari Pulau Sangiang adalah sepi. Jauh jauh berbeda dibandingkan pulau-pulau di Kepulauan Seribu yang cukup banyak penduduknya. Di pulau sangiang ini rumah penduduk bisa dihitung dengan jari dan jaraknya saling berjauhan dipisahkan oleh hutan dan semak-semak. Jika ada satu kata yang dapat menggambarkan perjalanan saya kemarin, maka kata tersebut adalah 'trekking'. Karena ternyata pulau ini sangat besar sekali dan jarak antar satu tempat ke tempat lain saling berjauhan. Betis saya pun makin aduhai saja jadinya.

Dermaga Pulau Sangiang
"Hello, welcome to Sangiang" katanya.
Tidak ada penginapan di Sangiang. Setelah minta izin dengan penjaga di dermaga, akhirnya kami memutuskan mendirikan tenda di Pantai Pasir Panjang yang konon katanya bagus, dan konon katanya dekat dari dermaga. Tapi kenyataannya jaraknya super jauh, hampir 1 jam berjalan kaki melewati hutan, semak-semak dan rawa-rawa.


Masih awal-awal perjalanan. Masih sempet poto-poto
Setelah letih berjalan dan dibanjiri keringat sampailah kami di Pantai Pasir Panjang. Tenda dibangun di sebelah pondokan bapak-bapak Kopassus TNI yang baik sekali. Beliau baru 5 bulan ditugaskan untuk menjaga pulau ini. Pulau Sangiang ternyata telah disewa oleh sebuah perusahaan selama 30 tahun dari Perhutani. Di masa depan, ketika jembatan Selat Sunda dibangun, Pulau Sangiang akan menjadi tempat perlintasannya. Akan dibangun banyak resort dan rest area. Entah kapan.

Pantai Pasir Panjang mengingatkan saya pada Pantai Siung di Gunung Kidul, Yogyakarta. Diapit oleh dua buah tebing dan pasirnya putih halus dengan air berwarna biru toska. What a heavenly view, tapi sayang sekali lagi-lagi masalah orang Indonesia adalah sampah. Di sekitar pantai masih banyak sekali sampah yang terdampar. Saya bingung darimana sampah tersebut berasal mengingat pulau ini sepi pengunjung dan sepi penduduk. Apakah terdampar dari Anyer? Entahlah.

Pose ngeringin ketek.

Pose kami cinta Pantai Pasir Panjang.
Setelah makan siang dan beres-beres kami segera berangkat ke Pantai-apa-lupa-namanya untuk snorkeling. Alat snorkeling harus dibawa masing-masing karena di sana tidak ada jasa penyewaan, boro-boro sewa snorkel, rumah aja ngga ada. Jadi lebih baik beli sendiri atau mungkin sewa dari Jakarta seperti yang kami lakukan. Perjalanan menuju pantai tempat snorkeling cukup jauh, sekitar 45 menit berjalan kaki. Oleh karena itu saya menyebutkan di awal bahwa inti dari perjalanan ini adalah Trekking.

Tidak seperti Pantai Pasir Panjang yang angin dan ombaknya dahsyat karena sedang musim angin barat (kata Pak Abdul, bapak Kopassus TNI di Pasir Panjang), pantai tempat snorkeling ini lebih tenang seperti kolam renang karena letaknya yang berlawanan dengan Pasir Panjang. Ini adalah pertama kalinya saya snorkeling dengan cara berjalan dari pinggir pantai, biasanya sih dianter kapal trus langsung nyebur. Kesannya: susah dan menyakitkan. Di pantai ini karang mulai bertumbuhan bagai jamur dari mulai bibir pantai, kaki luka-luka atau pantat ketusuk karang itu sudah biasa. Saya sempat merasa super berdosa karena telah menginjak dan menghancurkan banyak karang untuk bisa berenang ke tengah, tapi kemudian Pak Abdul bilang bahwa karang yang mudah hancur itu yang sudah mati. Fosil mungkin ya, kalau yang masih hidup masih lembek dan gunyu-gunyu (aduh bahasa apa ini). Pemandangan bawah laut cukup bagus dan jelas sekali karena perairannya yang dangkal. Banyak ikan berwarna warni namun sayang airnya kurang jernih di sini.

Pantai tempat snorkelling. Spotnya tepat setelah daratan yang di tengah itu.
Setelah snorkeling, mandi juga merupakan suatu perjuangan. Sumber air ada di dekat mesjid yang jaraknya sekitar 15 menit berjalan kaki dari Pasir Panjang. Dan yang paling hardcore adalah kamar mandinya yang tidak berpintu. Mandi tidak banyak membantu karena setelah mandi harus berjalan kaki lagi dan keringat mulai mengucur lagi. 

Bidadari numpang mandi, model : Mbak Elly
Mataharinya udah cape, mau bobo dulu.
Ketika malam mulai datang, genset di pondokan Pak Abdul mulai dinyalakan karena tidak ada listrik di sana. Ada baiknya meninggalkan semua gadget yang kita  punya dan kembali menyatu dengan alam. Untuk makan malam terpaksa masak sendiri. Tumis kangkung dan tempe goreng yang dimasak secara barbar tidak pernah terasa lebih enak dari ini. Angin barat malam itu ganas sekali, tetapi bunyinya yang berisik menghantam atap pondokan pak Abdul tidak mengganggu kami yang sudah terlalu lelah. Kami tidur dengan nyenyak. Sebagian di pondokan, dan sebagian di tenda bergelung di sleeping bag masing-masing.

Mentari dan embun saling menyapa
Pagi harinya kami trekking lagi menuju Gua Kelelawar yang akhirnya fail karena setelah berjalan jauh menebas hutan tapi jalanannya buntu. Daripada nyasar lebih lama, akhirnya kami memutuskan untuk kembali bermain di Pasir Panjang, dan pulang menuju Anyer jam 11 pagi. Perjalanan masih akan sangat panjang dan kaki saya sudah terlalu lelah.

Perjalanan pulang bisa dibilang paling berkesan. Dimulai dari naik sebuah angkot yang disesaki 16 orang plus barang bawaan termasuk alat-alat snorkeling. Lanjut KA Ekonomi Krenceng - Tanah Abang selama 4 jam yang super sesak dan chaos, mungkin kereta ekonomi paling chaos yang pernah saya naiki. Busway ke Ratu Plaza yang sesaknya tidak mau kalah dengan KA Ekonomi, dilanjutkan dengan Bis Mayasari Bakti tujuan Cikarang. Itu semua membuat saya lebih bercermin pada diri saya sendiri dan lebih mensyukuri semuanya, termasuk kasur nyaman yang saya miliki tentunya.

Tidak ada perjalanan yang tidak menarik, jangan menilai perjalanan dari tujuan yang akan kita capai. Tapi nikmati perjalanan itu sendiri. Niscaya kita akan lebih mengerti tentang diri kita sendiri. 

14 comments

  1. hi mira

    love to see your blog.. :) even i'm not really understand with some of the contents, because it's in indonesian language.. but i can see how great it was from the photos.. you're like a pro photographer

    and i'm glad you make a post about one of my song. it was one of my favourite song too :)
    do you really want a pair of cowboy boots? i got many in my house. i can give one of mine, if you want ;D

    ReplyDelete
  2. jir itu di atas jens beneran mir? :O

    ReplyDelete
  3. hahaha ya kali ce. orang iseng itu -______-

    ReplyDelete
  4. ga lah ken. masih kecean punyamu. aku masih malu2 cm berani tampak belakang :P

    ReplyDelete
  5. kaa...naik kapalnya dari dermaga mana niih? aqu jdi pengen k pulau sangiang.. hehe ;D

    ReplyDelete
  6. aduh entah itu dermaga apa aku lupa, bukan tempat umum sih. koordinasi sama kapal yg udah disewa sebelumnya :D

    ReplyDelete
  7. salam...
    permisi mw nanya...biaya penyebrangan ke pulau sangiang berapa yah??
    boleh mnta infonya gk??

    ReplyDelete
  8. Hi Mira. Saya ketemu blog ini dari postingannya Wira, dan ternyata foto-foto di blog ini sama kecenya sama punya Wira! Saya dulu yang pernah tinggal di Banten 6 tahun malah gak pernah traveling ke sini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hello, Bama!
      Jauh bangetlah kalo dibandingin sama foto-fotonya Wira.
      Terima kasih yaa sudah berkunjung ke sini. Ayo main ke Sangiang!

      Delete
  9. Permisi ... Mbak mira .. Boleh minta cp untuk pergi ke pulau sangiang ...
    Reply ke hanafi_0825@yahoo.com ya
    Thanks before

    ReplyDelete
  10. permis mbak mira klw boleh tau harga untuk sewa kapal berapa mbak ya????
    makasih sebelumnya

    ReplyDelete
  11. Permisi mau tanya klo sewa kapal buat kesana berapa yah mba

    ReplyDelete
  12. Sekarang banyak kok trio gbungan jadi g trlalu mahal sewa kapalnya...cri paketan aja

    ReplyDelete