Setelah menunggu lumayan lama, akhirnya bis AC 121 itu datang juga, dan begitu naik, ternyata di dalam sudah penuh sesak dengan orang. Saya agak menyesal kenapa tadi tidak langsung naik dari terminal. Dan impian saya pun buyar sudah. Saya terpaksa berdiri dengan puluhan orang lainnya dan sepertinya akan terus begitu hingga sampai di tujuan. Tak henti-hentinya saya misuh-misuh di dalam hati karena harus berdiri lama dan juga karena satu dan lain hal.
Adalah seorang lelaki yang berdiri di sebelah saya. Lelaki tersebut sedang berbicara menggunakan ponselnya, lewat percakapan yang tidak sengaja saya curi dengar, sepertinya dengan temannya.
"Iyalah bro, cuma lo temen gue yang paling baik, yang dukung gue terus"
"Ya gue ga mau ngerepotin emak bapak gue lagi bro, ngga enak gue.."
"Haha nanti gue kabarin deh bro kalo gue udah nyampe, lo mau oleh-oleh apa sih dari kampung?"
"Udah ah bro, gue diliatin orang-orang dikirain ngomong sendiri. Udah dulu ya.. Tos dulu sih.."
Percakapan yang agak 'romantis' itu membuat saya tersenyum. Sederhana, tapi lumayan mengena.
Tak lama saya mengirimkan pesan ke si Pojan
"Berdiri dari Jakarta sampai Cikarang itu sesuatu banget dech"
Ponsel saya berbunyi, balasan dari Pojan, singkat.
"Innallahama'a shabirin"
Pegal-pegal di kaki langsung hilang. Beban saya terasa lebih ringan. Ditambah balasan dari seorang teman atas sebuah keluh kesah yang saya kirimkan sebelumnya.
"You'll make it through. Just appreciate yourself. Cheer up, mir!"
No comments