Waktu belum lagi menunjukkan pukul 6 pagi ketika kapal kami merapat di dermaga Sawinggrai. Tidak banyak bicara karena masih melawan kantuk, kami semua segera berjalan dari dermaga menuju kampung Sawinggrai di mana sudah ada beberapa orang yang menunggu sambil membawa senter. Kampung Sawinggrai adalah tempat di mana kita bisa melihat burung kebanggaan masyarakat Papua, burung Cendrawasih, terbang bebas. The bird of Paradise ini sekarang sudah cukup langka dan merupakan salah satu spesies yang hampir punah.
Burung Cendrawasih hanya bisa dilihat di jam-jam tertentu. Yaitu jam 6-7 pagi dan 4-5 sore. Barulah saya mengerti kenapa saya dibangunkan sepagi itu hanya untuk melihat burung. Untuk menuju tempat kongkow si Cendrawasih, memakan waktu sekitar setengah jam untuk trekking menuju dalam hutan. Untuk urusan trekking, jelas ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan trekking ke puncak Wayag sebelumnya. Hanya saja rasa lelah yang belum hilang sepenuhnya dan juga rasa pegal luar biasa di bagian paha membuat saya dan beberapa teman sering mengeluh ketika menemukan tanjakan yang sebenarnya tidak ada apa-apanya.
Di tengah hutan sudah dibangun semacam pondokan sederhana dari kayu yang letaknya persis di bawah sebuah pohon. Pohon itu konon menjadi tempat kongkow favorit si Cendrawasih. Pondokan diletakkan sedemikian rupa hingga kami bisa melihat si Cendrawasih dengan leluasa. Tidak lama menunggu, terdengar kicau merdu dan si sosok merah gagah pun muncul di pohon tersebut. Tidak banyak yang bisa diceritakan tentang si Cendrawasih, dan tidak ada pula foto sosoknya (ada sih, tapi masih di Wira soalnya saya ngga bawa lensa tele dan motret pake lensa 28 mm rasanya sangat tidak berguna). Setelah puas kami pun segera kembali ke kampung Sawinggrai.
Kampung Sawinggrai yang tadinya sepi karena masih gelap, sekarang sudah mulai ramai. Banyak anak-anak kecil yang sedang bermain. "Sinyo hitam, giginya putih.. Kalau tertawa manis sekali.." mungkin sangat pas menggambarkan anak-anak Papua. Hitam manis, dengan gigi yang putih dan berderet rapi ketika mereka tersenyum. Bulu matanya yang sangat lentik dan pasti bikin Syahrini iri membuat pandangan mereka terlihat sangat jenaka.
Ketika sedang asyik memandang sekitar, saya melihat seorang anak yang menenteng plastik kresek berisi susu kental manis dan memberikannya kepada ibunya. "Bu, di sini ada warung?", tanya saya kaget karena melihat peradaban yang tidak saya temui di Wayag, haha. "Ada, di sebelah sana." si ibu menunjuk ke suatu arah. "Oh, di sana ya bu, makasih." Saya baru saja hendak beranjak ketika si ibu menyuruh anak perempuannya mengantarkan saya ke warung tersebut. Helda namanya, kelas 2 SD di SD kampung sebelah. Ketika saya tanya kenapa hari ini gak sekolah, dia cuma nyengir. Dasaar.
Warung di kampung Sawinggrai menjual air mineral ukuran 1,5 liter seharga 12 ribu. Lebih mahal daripada harga satu liter bensin. Ya ngga begitu kaget juga sih mengingat sejauh apa perjuangan sebotol air mineral tersebut untuk sampai ke kampung itu. Di warung saya bertemu seorang anak yang manis sekali bernama Ester. Ester ini masih TK dan kerjaannya ketawa terus. Jadi penasaran, apakah saya selucu itu? Haha ge er. Dan lama kelamaan jadi banyak anak-anak kecil yang menghampiri saya dengan tampang curious.
Selain anak-anak perempuan, ada juga beberapa bocah lelaki yang sedang bermain. Saat saya tanya lagi ngapain, katanya lagi bikin mobil-mobilan. Saya tanya lagi siapa yang ngajarin, katanya bikin sendiri. Hebat. Saya bilang "nanti kalau sudah besar jadi insinyur ya, biar bisa bikin mobil beneran". Aduh sedih ya kalau dibandingin sama anak-anak di kota besar yang mainannya udah Blackberry semua.
Matahari sudah semakin meninggi dan saya harus segera meninggalkan kampung Sawinggrai karena harus segera kembali ke Sorong. Ah, pagi hari itu sungguh menyenangkan, bertemu burung Cendrawasih dan juga bertemu anak-anak kampung Sawinggrai dengan segala kesederhanaannya :)
edan! mantap objeknya, mantap potografernya jg.
ReplyDeletepotonya bisa soft gitu pake sotopop apa emang kameranya?
gadis berbaju pink mantep mataharinya
jangan2 kamu kali mir yg pake susuk ama tuyul,
hoki amat bisa diajak ke raja ampat
Gile tone nya masih kaya yg dulu..
ReplyDelete