Saat saya masih kecil, saya melihat foto-foto Ibu saya yang piknik ke
Gunung Fuji semasa pelatihannya di Jepang. Saya yang saat itu hanya mengenal Gunung Fuji dari pelajaran IPS di bangku SD dalam hati merasa kagum sekali. Beranjak dewasa, saya kemudian menjadi panitia bagian dekorasi untuk salah satu festival kebudayaan Jepang di Bandung.
Nihon no matsuri nama acaranya. Saat itu saya bergadang tidak tidur semalaman demi membuat
backdrop bergambar Gunung Fuji. Gambarnya besar sekali seukuran panggung, cukup detail lengkap dengan salju yang menumpuk di atasnya. Ketika pagi datang dan akhirnya
backdrop tersebut selesai, saya berjalan menjauhi panggung dan mengagumi hasil karya saya dan teman-teman.
"Wah, gagah sekali Gunung Fuji artifisial ini. Gimana yang aslinya yah?" Pikir saya kala itu. Dalam hati jadi terbentuk sebuah niat. Suatu hari nanti, saya harus melihat Fuji yang asli.
Beberapa tahun berlalu, saya dan beberapa orang teman akhirnya menginjakkan kaki di Jepang. Gunung Fuji adalah tujuan pertama kami. Setelah bermalam di bandara, pagi harinya kami harus melewati sebuah tantangan :
bagaimana cara agar sampai ke Keio Plaza Hotel di Shinjuku, tempat meeting point tour kami, tanpa nyasar dan tepat waktu sebelum jam 08:30? Lho kok pake
tour? Tadinya tujuan kami ke Gunung Fuji adalah untuk melihat
Shibazakura Festival. Tapi karena kurang riset, ternyata kami baru tau kalau festival tersebut baru dibuka di tanggal 20 April, tepat di hari kami pulang. Pupus sudah melihat hamparan karpet pink dengan latar belakang Gunung Fuji. Lalu saya menemukan tour
ini di Japanican. Setelah dihitung-hitung,
budget-nya ternyata jauh lebih murah daripada kalau pergi sendiri, destinasinya menarik dan yang penting jadi nggak menghabiskan waktu dengan nyasar kan? Akhirnya kami semua sepakat untuk ikut
tour saja. Pada awalnya perjalanan ke Fuji dijadwalkan di hari ke-3, tapi berhubung
slotnya sudah penuh, maka kami nekad mengambil di hari pertama saat baru sampai di Tokyo. Haha. Semesta memang super baik, karena ternyata di hari ke-3 mendung dan hujan, sementara hari pertama cerah sekali. Sehingga kami bisa melihat Fuji sepuasnya dari berbagai lokasi. Terima kasih Semesta!
Singkat cerita, dari bandara Haneda kami berhasil ke Keio Plaza Hotel tepat waktu tanpa nyasar sedikitpun. Berkat 3 orang gadis cantik di Shinjuku yang berbaik hati mengantarkan kami. Orang Jepang memang ramah-ramah. Setelah registrasi ulang, berangkatlah kami menuju Fuji.
Tour hari itu dipandu oleh Amy yang bahasa Inggrisnya lucu dan juga Mr. Nakamura-San sebagai supir yang kayaknya sih kocak, tapi sayang nggak bisa bahasa Inggris (di akhir tour saya di
kiss-bye hahaha). Sepanjang jalan Amy nggak berhenti bercerita padahal semua peserta tour kebanyakan sudah tertidur pulas di bangku masing-masing. Sungguh berdedikasi sekali. Dan nggak henti-hentinya dia bilang kalau kami semua sangat beruntung karena cuaca hari itu cerah. Dia juga nggak pernah bosan memberi
alert setiap bis melewati pohon Sakura.
"Look on your right side. Cherry blossoms. Very beautiful"
|
Cherry blossoms |
|
Sakura close-up :D |
Ada 5 destinasi hari itu. Yang pertama (seharusnya) adalah
Mt. Fuji 5th Station, yang merupakan perhentian terakhir bagi orang yang akan mendaki ke Fuji. Namun karena kemarin ramai sekali dan antrian bis panjang sekali untuk menuju ke sana, kami hanya berhenti sampai
1st stop saja. Gunung Fuji terlihat jelas sekali karena langit cerah tanpa awan. Begitu gagah tinggi menjulang.
|
Love at first sight |
|
With Amy and Mr. Nakamura-san |
Setelah puas berfoto di 1st station yang penuh turis, kami bertolak ke
Oshino Hakkai. Sebuah desa kecil di kaki Gunung Fuji yang di dalamnya terdapat 8 buah kolam spesial. Kenapa spesial? Karena air kolam tersebut berasal dari lelehan salju Gunung Fuji. Airnya jernih dan banyak ikan berenang dengan gembira. Di sini juga ramai sekali turis karena banyak tempat belanja oleh-oleh. Tapi suasananya tetap
peaceful abis dengan latar Gunung Fuji. Udaranya sejuk dan bersih tanpa polusi. Rasanya jadi pengen KPR rumah di sini deh.
|
Amy lagi jelasin peta Oshino Hakkai |
|
How cute! |
|
Salah satu kolam yang lupa namanya apa -_- |
|
Jajan tofu yang atasnya ada semacam sambel yang kata mereka enak. Menurut saya aneh -_- |
|
|
|
Tak lupa selfie! |
Dari Oshino Hakkai, perjalanan dilanjutkan ke
Kawaguchi Lake untuk makan siang. Paket tour ini tersedia dengan atau tanpa makan siang. Karena beda harganya lumayan jauh dan takut makanannya mengandung babi, kami memilih yang tanpa makan siang. Jadi saat peserta tour lain makan di restoran dengan
view danau Kawaguchi, kami juga gak mau kalah dengan makan onigiri langsung di pinggir danau. Haha
|
Lunch |
Selesai makan siang, bis langsung menuju ke
Shiraito Falls yang letaknya agak jauh. Di perjalanan, Mr. Nakamura menyanyikan sebuah lagu berbahasa Jepang. Berasa lagi di scene Doraemon atau Chibi Maruko Chan. Nggak lama kemudian Amy membagikan kertas berisi lirik lagu tersebut yang kemudian kami nyanyikan bersama. Suasananya jadi mirip anak-anak SD yang lagi piknik trus nyanyi lagu
"Naik-naik ke Puncak Gunung". Seru!
|
Let's sing together! |
Shiraito Falls sama seperti Oshino Hakkai juga mempunyai sumber air yang berasal dari lelehan salju Gunung Fuji. Kesan saya terhadap air terjun ini adalah bersih, rapih dan terawat sekali. Ada tangga-tangganya jadi aksesnya mudah. Jadi teringat Curug Luhur di Cikaso yang sebenernya ngga kalah cantik cuma kurang dirawat aja :(
|
Tampak jauh |
|
Tampak dekat |
|
Warung lucu di dekat Shiraito Falls |
|
Kemanapun pergi, selalu melihat ini |
|
Di parkiran bis Shiraito Falls |
Tujuan terakhir hari itu adalah
Fujisan Hongu Sengen Taisha, yaitu sebuah pusat dari seluruh
shrine Asama dan Sengen dari seluruh Jepang. Gitu kata penjelasan di web tour-nya.
*Fail
|
Lagi ada renovasi |
|
Nggak pernah bosen motret Fuji. |
|
Udah lumayan kece begini, eh ada Luqman-nya -_- |
Ke-5 destinasi tersebut (termasuk dengan Gunung Fuji-nya) terdaftar ke dalam UNESCO World Heritage. Puas rasanya berkeliling sekitaran Gunung Fuji dengan cuaca yang bersahabat. Hari sudah sore dan kami pun segera pulang ke Tokyo. Di perjalanan, Amy mengajarkan kami bagaimana cara membuat origami Gunung Fuji.
"So you can bring Mt. Fuji to your country", katanya.
|
Amy, tour guide yang penuh dedikasi |
|
This is my Fuji! (and the real one outside the window) |
All photos were taken by me with Ricoh GR. Except the 'Selfie' were taken by
Ibun with his GoPro.
aaaa miraaa aku mupeenggg, keliatannya seru sekali trip jepang nyaa!
ReplyDeleteOzuuu, aku setiap blogmu juga nggak pernah nggak mupeng lihat foto-foto di Eropa sana. hehe.
ReplyDeletekeren abis Gunung Fujinya!
ReplyDeletehalo mbak mira, mbak mau nanya, aku mau pergi sama orang tua ku, kira-kira kalo ikut tour japanican yg ke mount fuji cukup convinient ngga ya untuk orang usia lanjut? thank u mbak infonya ^^
ReplyDeleteHello, Carissa!
DeleteBerdasarkan pengalaman aku sih convenient banget, soalnya ngga ada kegiatan yang terlalu berat. Kemarin di rombongan banyak juga yang bareng keluarga di tour ini.