Prolog:
Pada awalnya saya cukup minder untuk mengikuti kompetisi ini. Saya sadar bahwa kemampuan menulis saya tidak sebaik blogger-blogger lain. Adalah sang Ibu, yang kemudian semangat meyakinkan saya untuk setidaknya mencoba. "Kalau nggak dicoba, nggak akan tau, kan? Kayaknya seru deh kalau kamu nanti jalan-jalan ke Nepal", beliau mencoba kembali meyakinkan.
Pada akhirnya, tulisan ini saya persembahkan untuk Ibu tercinta.
--
Sewaktu saya masih duduk di kelas 4 SD, Ibu saya mendapatkan kesempatan untuk training selama dua bulan di negeri sakura, Jepang. Rasanya excited sekali saat beliau pulang dan membawa banyak cinderamata dari Jepang. Souvenir dari Tokyo Disneyland yang rasanya keren sekali saat saya bawa ke sekolah, kartu pos, dompet koin lucu, dan cemilan-cemilan dari Jepang. Tak lupa puluhan foto dokumentasi di sana dan tentunya segudang cerita yang dibawa oleh beliau pulang ke rumah. Tentang orang Jepang yang suka sekali makan ikan mentah, tempura enak yang dijual di supermarket, perjalanannya naik ke Gunung Fuji lalu memetik anggur langsung di kebunnya, lalu cerita tentang bagaimana orang Jepang yang tetap rajin membaca buku di kereta api yang penuh sesak.
Pada awalnya saya cukup minder untuk mengikuti kompetisi ini. Saya sadar bahwa kemampuan menulis saya tidak sebaik blogger-blogger lain. Adalah sang Ibu, yang kemudian semangat meyakinkan saya untuk setidaknya mencoba. "Kalau nggak dicoba, nggak akan tau, kan? Kayaknya seru deh kalau kamu nanti jalan-jalan ke Nepal", beliau mencoba kembali meyakinkan.
Pada akhirnya, tulisan ini saya persembahkan untuk Ibu tercinta.
--
Sewaktu saya masih duduk di kelas 4 SD, Ibu saya mendapatkan kesempatan untuk training selama dua bulan di negeri sakura, Jepang. Rasanya excited sekali saat beliau pulang dan membawa banyak cinderamata dari Jepang. Souvenir dari Tokyo Disneyland yang rasanya keren sekali saat saya bawa ke sekolah, kartu pos, dompet koin lucu, dan cemilan-cemilan dari Jepang. Tak lupa puluhan foto dokumentasi di sana dan tentunya segudang cerita yang dibawa oleh beliau pulang ke rumah. Tentang orang Jepang yang suka sekali makan ikan mentah, tempura enak yang dijual di supermarket, perjalanannya naik ke Gunung Fuji lalu memetik anggur langsung di kebunnya, lalu cerita tentang bagaimana orang Jepang yang tetap rajin membaca buku di kereta api yang penuh sesak.
Saya tidak terlahir di keluarga yang kaya. Plesir ke luar negeri merupakan sesuatu yang sangat mewah sekali kala itu. Karenanya, ada rasa kagum dan sedikit iri kepada Ibu saya. Beliau memang cukup beruntung mempunyai pekerjaan yang bisa membawanya ke berbagai tempat di dalam dan terkadang luar negeri. Bahasa Inggris beliau yang dahulu cukup pas-pasan tidak menjadi kendala, karena untuk selanjutnya dia begitu tekun memanggil guru privat untuk belajar.
Ada sebuah pesannya yang saya ingat.
“Sekolah yang rajin, lalu cari pekerjaan yang bagus yang nantinya bisa membawamu keliling dunia.”
Pesan itu saya ingat dan saya simpan baik-baik. Prestasi di sekolah hingga kuliah saya tidak jelek-jelek amat. Dan kemudian saya diterima bekerja di salah satu perusahaan multinasional terkenal di dunia. Bisa ditebak, salah satu alasan saya menerima tawaran pekerjaan di perusahaan tersebut adalah karena seringnya mereka mengirim karyawan ke luar negeri untuk business trip ke Head Quarter di Korea Selatan atau berbagai subsidiary di berbagai belahan dunia. Silih berganti rekan-rekan sekantor hilir mudik ke Korea, Mexico, China, Hungary, sampai Brazil. Saya yang ditempatkan di bagian dengan proyek yang kebanyakan berskala lokal hanya bisa sabar dan menanti giliran untuk bisa pergi keluar negeri.
Penantian saya tidak terlalu panjang. Namun ternyata bukanlah perusahaan yang pada akhirnya mewujudkan impian saya untuk jalan-jalan ke luar negeri. Dengan uang tabungan saya sendiri, pada akhirnya saya bisa melangkahkan kaki lebih luas lagi. Tapi jangan kira gaji saya sangat besar sampai bisa berfoya-foya membeli tiket liburan keluar negeri.
Seorang senior di kantor mulai memperkenalkan saya dengan Air Asia. Dia memang sudah malang melintang traveling ke sana ke mari dengan modal tiket promo Air Asia yang bikin saya melongo melihat harganya. Super murah! Sejak itu saya resmi ikut menjadi promo hunter Air Asia, karena memang maskapai ini lah yang paling ekonomis dan berani banting harga gila-gilaan dengan tujuan yang lumayan luas cakupannya.
Air Asia telah melebarkan langkah saya hingga ke Phuket, Thailand. Di sana saya melihat secara langsung keindahan pantai di Maya Bay yang sempat muncul di salah satu film Leonardo Di Caprio berjudul The Beach.
Maya Bay
Setelahnya saya makin ketagihan untuk berburu tiket promo Air Asia. Suatu hari saat Air Asia kembali membuka promo gila-gilaan, secara impulsif saya membeli tiket ke Jepang. Bahkan setelah tiket sudah berhasil terbeli dan masuk di inbox e-mail, saya masih melongo tak percaya. Selangkah lagi menuju mimpi!
April 2014,
Perjalanan menyenangkan bersama Air Asia X
Di depan Tokyo Tower bersama teman-teman
Gunung Fuji
Rasa excited, haru, dan tak percaya campur aduk ketika pesawat mendarat di Haneda International Airport, Tokyo. Tak percaya karena pada akhirnya mimpi itu menjadi nyata. Semuanya persis seperti apa yang pernah diceritakan Ibu saya ketika saya masih kecil. Orang Jepang yang selalu berjalan bergegas, air keran yang bisa diminum langsung, hingga mall di dalam stasiun Shinjuku. Sekedar untuk napak tilas, Ibu meminta saya untuk mengunjungi Tokyo International Center, tempat beliau tinggal selama di Jepang. Rasa takjub ketika sampai di sana, membayangkan bahwa 16 tahun yang lalu, Ibu pernah tinggal di sini dan melihat apa yang sedang saya lihat sekarang.
Ibu (1998) dan Saya (2014)
Manusia memang mudah sekali bermimpi. Namun sayangnya, kenyataan terkadang tidak seindah mimpi-mimpi tersebut. Mungkin mimpi saya untuk mempunyai pekerjaan yang mengharuskan saya untuk sering bepergian keluar negeri seperti Ibu saya belum bisa terwujud sekarang. Tapi Air Asia yang sudah membuat saya berhasil terbang ke Jepang (dan banyak negara-negara lain di kemudian hari) telah menyadarkan saya bahwa terkadang mimpi pun bisa dicapai dengan cara lain dengan sedikit usaha. Membuat saya melihat mimpi bukan hanya sebagai mimpi, tapi lebih sebagai tantangan hidup untuk suatu hari diwujudkan.
Seperti pepatah berkata, "Ada banyak jalan menuju Roma". Dengan menyisihkan sedikit uang jajan saya setiap bulannya, saya pun bisa melihat dunia lebih jauh lagi dengan Air Asia. Saya percaya bahwa tidak ada tempat yang tidak bisa saya kunjungi. Ketika saya mempunyai niat dan benar-benar berusaha, maka semesta akan membantu saya dengan segala cara untuk meraihnya. Seperti misalnya mimpi saya untuk ke Nepal, suatu saat nanti.
PS:
Tulisan ini diikutkan untuk kompetisi blog 10 tahun Air Asia. Selengkapnya di sini
No comments