Drama dari Timur ke Jakarta

Sebenarnya sejak kepulangan saya dari Flores di awal Juni kemarin, saya udah niat banget mau nulis kisah perjuangan kami pulang ke Jakarta yang penuh drama dan air mata. Tapi karena males ngetik panjang, dan juga setelah itu saya ada piknik-piknik yang lain, maka postingan ini terus tertunda hingga hari ini. Karena lagi lumayan nganggur di kantor, saya mau nyoba nulis ceritanya. Dan seperti tujuan dari blog ini yang dibuat sebagai memento seorang Mira Afianti, kisah ini pun harus diabadikan.

Setelah 5 hari bertualang di Flores, dari mulai sailing trip ke Kepulauan Komodo hingga main ke Danau Kelimutu, tibalah hari kepulangan kami ke Jakarta. Pesawat kami (seharusnya) terbang dari Ende ke Kupang di hari Sabtu, lalu lanjut lagi dari Kupang ke Jakarta di hari Minggu pagi. Setelah packing, kami pun langsung menuju ke Bandara H. Aroeboesman, Ende. Sebelumnya mampir dulu makan siang di Sate Bangkalan di dekat bandara. Di sana kami bertemu beberapa orang calon penumpang yang juga akan pulang ke Jakarta. Salah seorang mbak-mbak kemudian bertanya ke kami,

Mbak2: "Mbak, pesawatnya di-cancel ngga?"
Kami : "Wah, belum ada pemberitahuan tuh, Mbak. Kenapa memangnya?"
Mbak2 : "Pesawat saya di-cancel nih, pesawatnya nggak bisa lewat karena debu Gunung Sangeang."

Ternyata oh ternyata, semalam Gunung Sangeang di Bima meletus dan memuntahkan awan panas. Memang deh pas lagi liburan gini saya paling nggak melek sama yang namanya berita.

Setelah diusut, si Mbak tersebut ternyata naik pesawat Garuda di pukul 13:00. Sementara saya dan 3 teman lain naik Wings Air di pukul 15:00. Tapi sayangnya Danik, yang memang beli tiketnya belakangan, naik pesawat Garuda yang sama dengan si Mbak. Langsung deh kita buru-buru ke bandara untuk nyari kepastian dan bener, pesawat Garuda yang terbang dari Ende seluruhnya di-cancel. Danik langsung buru-buru nge-refund tiketnya dan book tiket baru (Wings Air) dengan keberangkatan dari Maumere (kota yang lebih besar dari Ende, jaraknya 4 jam perjalanan). Luqman yang setia pacar juga ikut nemenin Danik ke Maumere. Tinggal lah Saya, Via, dan Rina di Ende. Tadinya kami masih nyantai-nyantai sambil agak harap-harap cemas karena pas nanya ke kantor Wings Air di bandara, mereka bilang mereka tetap terbang.


Terdampar di bandara

Luqman, Danik dan mbak-mbak tadi berangkat ke Maumere. Saya dan yang lain check-in, lalu menunggu di waiting room. Saya langsung ketiduran pulas di kursi karena kecapean sampai pada akhirnya dibangunin oleh Rina yang bilang kalau pesawat kami juga di-cancel. Whaaattt. Tega bener diumuminnya pas udah di waiting room dan di waktu di mana kami seharusnya udah boarding. Saya yang baru bangun masih nge-blank dan nggak tau harus ngapain. Yang jelas, saya harus bisa terbang apapun caranya, ASAP. Karena jatah cuti saya sudah habis bis bis.

Langsung deh kami ke kantor Wings Air di bandara yang udah penuh sesak sama orang-orang yang marah-marah. Marah-marah nggak akan menyelesaikan masalah. Saya pasrah aja nggak ikutan ngomel, sabar mengantri untuk refund tiket yang mana petugas kantornya super duper lelet kerjanya. Sambil mengantri, sambilan saya browsing-browsing tiket baru. Semuanya penuhh. Sampai akhirnya saya berhasil dapet tiket pulang di hari Selasa dengan keberangkatan dari Maumere. Yaudah pasrah aja, berarti harus lanjut liburan lagi meski baju dan uang sudah habis. *ketawa miris

Di bandara gak cuma kami saja yang terlantar, di sana kami banyak bertemu teman-teman dari Jakarta yang senasib. Ada yang udah seminggu backpacker-an keliling Flores, ada juga yang habis bulan madu. Semuanya seru semuanya keren! Kami nongkrong dan ngobrol seru sampai malam di Bandara dan akhirnya memutuskan untuk nginep bareng di hotel biar irit. 13 orang dalam dua kamar. 5 orang cowo dan 8 orang cewe. Grup terlantar ini kami beri nama "Berkah Sangeang Api".


Geng Berkah Sangeang Api

Tadinya saya, Via, dan Rina mau lanjut piknik ke Bajawa di hari Senin. Daripada harus bengong di Ende yang udah nyaris kami hapal isinya dalam kurun waktu sehari saja. Hahaha.  Namun tiba-tiba di Minggu pagi seisi hotel geger karena kabarnya ada banyak kursi kosong di pesawat Nam Air di hari Senin. Via yang memang udah gak enak perut dari sejak tiba di Flores karena mabok laut dan darat (jalanan Flores memang dahsyat belokan-belokannya) mengajak saya untuk mengganti jadwal kepulangan dari Selasa ke Senin. Nggak tega ngeliat Via muntah-muntah terus, belum lagi kalau nanti ke Bajawa, akhirnya saya setuju. Dan keadaannya saat itu memang udah nggak nyaman lagi untuk piknik-piknik. Pagi itu pun kami akhirnya berubah haluan, dari seharusnya ke Bajawa menjadi ke Maumere.

Di hari Minggu pagi itu juga saya dapat kabar dari Luqman yang ternyata pesawatnya hari itu di-cancel LAGI. Yah namanya juga Wings Air, suka ngasih harapan palsu. Luqman akhirnya beli tiket Nam Air untuk penerbangan hari Senin. Yaudah lah jodoh ini sih namanya, akhirnya grup kami akan berkumpul lagi di Maumere. Kalau diinget-inget lagi ini kocak sebenernya =))

Saya, Via, dan Rina berangkat ke Maumere bersama Riza dan Lulu (pasangan yang habis bulan madu) dan juga Quina. Di Moni, Quina turun karena masih penasaran liat Kelimutu, pas dia ke sana penuh kabut katanya, sorenya Quina lanjut menyusul ke Maumere. Sampai di Maumere, kami langsung ke hotel Ben Goan tempat Luqman menginap. Gak banyak yang bisa dilihat di Maumere jadi seharian cuma diisi dengan tidur karena sisa-sisa efek antimo dan makan.

Jam 8 malam saat kami keluar mencari makan, suasana Maumere sudah sunyi senyap. Mau jalan di tengah jalan raya juga aman karena nggak ada kendaraan yang melintas. Warung yang buka juga cuma warung Padang dan baso Solo (heran dua makanan ini eksis banget di Flores). Sampai akhirnya pas lagi jalan, ketemu bapak-bapak penjual nasi jinggo di emperan toko yang sudah tutup. Pas ngobrol-ngobrol ternyata beliau asli dari Bali dan baru aja pindah ke Maumere untuk mengadu nasib dengan berdagang makanan khas Bali. Trenyuh banget karena saat itu dia berjualan berdua dengan anaknya yang masih kecil dan cantik sekali. Jalanan sepi dan jarang orang yang lewat, saya jadi bertanya-tanya siapa yang beli dagangannya ya. Beliau sempat curhat kalau orang Flores lebih memilih nasi Padang karena kuantitasnya yang banyak, memang sih porsi makan orang Flores memang luar biasa banyaknya. Dan yang membeli dagangannya paling hanya pendatang dari luar Flores. Percakapan sederhana begini yang sering membuat saya tertampar dan menuntut saya untuk terus bersyukur. Nasi jinggonya sederhana tapi enak. Harganya cuma 5 ribu rupiah.



Berangkat ke bandara dari Hotel Ben Goan

Hari Senin pun tiba. Dengan perasaan deg-degan dan harap-harap cemas, kami berangkat ke Bandara. Di sini kami berpisah menjadi dua rombongan. Saya, Via, Rina, dan pasangan bulan madu naik pesawat jurusan Maumere - Kupang, sementara Luqman, Danik, dan Quina naik pesawat Maumere-Bali. Pesawat ke Kupang berangkat lebih dulu. Dari check-in sampai ke waiting room, setiap ada pengumuman rasanya langsung jantungan takut di-cancel lagi. Dan pada akhirnya saat ada pengumuman boarding, rasanyaaaa lega gak terkira. Pulaaaaaaaaaangg!


Boarding!!!


Sebelum mendarat di Kupang

Pesawat transit di Waingapu lalu berhenti di Kupang. Di Kupang kami punya waktu yang lumayan lama sambil menunggu penerbangan ke Jakarta. Jadi sempat jalan-jalan sebentar ke pantai, meskipun udah bosen liat laut pas sailing trip 3 hari. Karena Kupang ini ibukota NTT, jadi kotanya lumayan besar dan ramai. Wah, senang banget rasanya liat keramaian kota.




Bandara El Tari, Kupang


Pantai Lasiana


Supir mobil rental, saya, Rina, Via, Lulu, dan Riza


Makan buah lontar sama es kelapa muda di pinggir pantai. Yang hitam itu buah lontar


Buah Lontar, rasanya kayak kelapa muda


Pabrik pembuat gula lontar tradisional


Mampir dulu jajan oleh-oleh

Kembali ke bandara, check-in, masuk waiting room. Ada pengumuman delay, agak deg-degan, dan akhirnya boarding ke Jakartaaa. Pulaaaang!

Gak pernah rasanya se-senang itu saat landing di Jakarta. Meskipun pada akhirnya pas ngantor ya sedih lagi pengen liburan. Namanya juga manusia. Berkah dari drama ini adalah menambah banyak teman baru yang kece-kece, peristiwa-peristiwa seperti pertemuan dengan bapak penjual nasi jinggo yang lebih membukakan mata, dan juga memanjangkan langkah kaki ini jadi lebih jauh lagi. Coba kalo gak di-cancel pesawatnya, pasti deh gak akan pernah sampai ke Maumere.

Sekian drama kepulangan dari Timur Indonesia. Bagaimanapun juga, apa yang menimpa saya dan teman-teman pastilah sungguh tidak ada apa-apanya dibanding korban sesungguhnya dari meletusnya Gunung Sangeang. I'm blessed.

2 comments

  1. haloooo

    suka banget sama hasil fotonya. ini pake kamera pocket? editingya pake apa?
    bikin post tentang tutorial edit fotonya dong hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo! Saya pake mirrorless, Ricoh GR. Fotonya nggak diedit, cuma resize di Photoshop aja. Warna bawaan dari kameranya udah begini :D

      Delete