Bromo, di Waktu yang Tepat

Akhirnya keinginan untuk piknik ke Bromo yang udah jadi wacana abadi sejak kuliah terwujud juga. Bermula dari kekecewaan saya yang timbul saat piknik ke Dieng di bulan Mei, akhirnya saya merencanakan piknik kembali di bulan Juni.

Tujuan yang dipilih adalah Bromo, karena memang sudah lama sekali saya memendam rasa penasaran untuk menyaksikan sendiri pemandangannya yang konon katanya ciamik dan juga karena ada Riwe, teman saya yang rumahnya di Malang. Jadinya lumayan bisa bobo gratis. Hehe. Masalahnya, kami agak trauma dengan lautan manusia seperti yang terjadi di Puncak Sikunir, Dieng. Tapi ini Bromo, destinasi yang turis banget. Lautan manusia pasti sulit dihindari.

Tapi kemudian saya dan Riwe punya ide gila.

Gimana kalau pikniknya pas bulan puasa?

Pasti sepi, pikir kami saat itu. Siapa juga yang mau haus-hausan panas-panasan ke Bromo di bulan puasa. 

Challenge accepted! Tanpa pikir panjang, kami pun beli tiket ke Surabaya. Beberapa hari menjelang keberangkatan, saya berhasil menghasut Arif dan Bagas untuk ikut juga. Mwahahaha patungan jip jadi lebih murah.


Kami memilih penerbangan ke Surabaya dengan keberangkatan dari bandara Halim untuk efisiensi waktu, karena berangkatnya di malam hari menunggu Nindy dan Riwe pulang kerja. Terlebih lagi saya trauma bermacet-macetan ria mengejar flight malam hari ke Soekarno Hatta yang luar biasa jauhnya.

Terima kasih kepada kantor yang jadwalnya fleksibel, saya bisa berangkat dari Bandung jam 1 siang dan sampai di Cawang sekitar jam 3 sore. Jadwal terbang pesawat masih jam 9 malam, berarti saya punya waktu luang banyak. Tadinya mau ke Halim naik taksi atau ojek. Tapi atas saran Riwe, karena waktunya banyak saya mau mencoba naik angkot saja.

Rute angkot ke Bandara Halim Perdanakusuma: 
Kemarin saya turun dari travel di Stasiun Cawang lalu naik kereta ke Stasiun Duren Kalibata.
Keluar Stasiun Duren Kalibata, ga perlu nyebrang, di depannya banyak kopaja ngetem warna hijau-putih, jurusan PGC (Pusat Grosir Cililitan). Naik itu.
Turun di PGC, lalu nyebrang.
Banyak angkot biru muda dengan tulisan Trans Halim. Naik yang jurusan Trikora, atau tanya aja abangnya mana yang ke bandara. Tunggu dengan sabar angkot ngetem sampai penuh banget (yaaah sekitar sejam-an lah - huvt).
Turun di depan gerbang Halim!

Murah tapi gak cepat.

Singkat cerita, akhirnya saya berhasil ngangkot ke Halim, kerja dikit di sana sambil nunggu Nindy dan Riwe, terbang, lalu kami sampai dengan selamat di Malang. Hari pertama dihabiskan dengan hibernasi lalu ngabuburit ke Batu Secret Zoo yang kece (more on this later). Lalu hari berikutnya...

Bromo!


Jam setengah satu pagi kami sudah dijemput oleh travel yang akan membawa kami ke Bromo. Pingsan sepenuhnya di perjalanan, tau-tau kami dibangunkan karena sudah sampai di tujuan. Kami sahur dulu karena jam sudah menunjukkan pukul 3 pagi. Lalu selanjutnya melanjutkan perjalanan ke penanjakan untuk melihat matahari terbit. Dingin tapi excited!

Full team

Ramai, tapi ngga terlalu. Nyaris tidak ada turis lokal saat itu. Dugaan kami benar, tidak ada yang mau piknik di bulan puasa. Hore! Kayaknya saya memang hampir selalu kurang berjodoh dengan matahari terbit, mengingat momen saat di Kelimutu, Angkor Wat, juga Dieng. Matahari terbitnya biasa saja saat itu, kurang megah. Tapi pemandangan Bromo saya akui memang magis sekali. Rasanya setiap sudut diciptakan dengan penuh pertimbangan dan sangat hati-hati sekali.



Dari penanjakan, jip mengantarkan kami ke tiga spot : Pasir Berbisik, Bukit Teletubbies, dan Kawah Bromo. Sepi dan cerah. Sempurna. Pemandangannya bikin telunjuk saya tak henti memencet shutter kamera.




Bukit Teletubbies, kontur bukit-bukitnya mirip di Danau Toba 


Awalnya masih enerjik ketawa-ketawa foto sana-sini, tapi lemas mulai terasa saat kami mengunjungi perhantian terakhir, yaitu Kawah Bromo. Kami harus berjalan lumayan jauh dari parkiran jip ke tangga menuju kawah, lalu harus mendaki ke atas. Hari mulai siang dan matahari mulai terasa menyengat di kepala. Serbuan tawaran dari ojek kuda kami tepis di awal. Sok kuat, dan karena mahal juga sih. Perjalanan pulang pergi dibanderol dengan harga 100ribu.

Tapi gini tipsnya naik kuda murah di Bromo, jalan sok cuek dulu pas baru turun jip sampai agak jauh, nanti lama kelamaan harga kudanya akan makin murah. Saya akhirnya bisa dapet harga 60ribu PP. Hehehe.

Parkiran jip 


Tangga menuju kawah 


Se-ma-ngat! 

Pinggir kawah. 

Penjual bunga Edelweiss yang sudah dikeringkan. Sedih :( 

 Perjalanan turun yang seram dan gamang tapi indah.

Terima kasih, Bingo! :)

Orang-orang benar, Bromo memang indaaah! Ga nyesel banget panas-panasan puasa ke sana. Sepi dan cerah. Buka puasa hari ke-3 kemarin rasanya puas banget jadinya.

Jadi, tips untuk berkunjung ke tempat-tempat ramai turis adalah dengan datang di saat bulan puasa.

Selamat piknik!

3 comments

  1. seru ya mbak, saya juga kangen dengan bromo. datang lagi mbak, pas bukit teletubbis menghijau. D

    ReplyDelete