Totoro di Shwedagon Pagoda, Yangon
Setelah (seperti biasa) bermalam di KLIA2, keesokan paginya kami terbang ke Yangon. Disertai sedikit drama saat hendak mau masuk ke waiting room.
Petugas membolak-balik halaman paspor saya, entah mencari apa, sampai akhirnya dia bertanya,
Petugas membolak-balik halaman paspor saya, entah mencari apa, sampai akhirnya dia bertanya,
Jadi sepertinya belum banyak yang tau kalau warga negara Indonesia diperbolehkan masuk ke Myanmar tanpa visa. Dulunya sekitar tahun 2013 waktu teman sekantor saya piknik ke Myanmar masih pake visa sih, cuma belakangan ini (lupa sejak kapan) mulai dibebaskan.
Saya menjelaskan bahwa warga negara Indonesia tidak memerlukan visa untuk masuk ke Myanmar tapi tampaknya si petugas tersebut kurang yakin dengan jawaban saya karena ternyata, orang Malaysia ke Myanmar harus pakai visa, cuy! HAHAHA. Yah boleh lah orang Malaysia keluar masuk banyak negara-negara lain (bahkan ke Inggris) tanpa visa. Tapi untuk ke Myanmar, sori Kak, Indonesia lebih unggul. Setelah menelpon temannya dan bertanya ke temannya yang lain lagi, akhirnya dia percaya dan kami pun boleh masuk ke waiting room.
Akhirnya kami boarding lalu mendarat dengan selamat di Yangon setelah terbang 2 jam 30 menit, dan ternyata jam di Yangon itu GMT +6:30. Agak aneh, langsung buru-buru ubah jam tangan biar gak bego. Setelah terkagum-kagum melihat orang sarungan di mana-mana, terkejut-kejut jadi orang kaya dadakan pas menukar uang Dollar ke segepok Kyat (mata uang Myanmar) yang lecek, membeli SIM Card (yang dibeli satu orang doang, yang lain numpang tether internet aja biar hemat), kami langsung mencari taxi untuk menuju pusat kota Yangon. Tujuan pertama adalah terminal bis Aung Mingalar buat nitipin tas kami yang besar-besar karena nanti malam bakal naik bis ke Inle Lake. Eh ternyata ketemu 2 rombongan lain yang juga asal Indonesia juga yang pengen ke terminal. Ada rombongan 3 orang cowo dari Batam, dan 2 orang ciwi-ciwi dari Jakarta. Yaudah deh setelah nanya-nanya ternyata lebih murah nyewa van kapasitas 8 orang (sebenernya 7 sih, tapi agak sempit-sempitan biar muat 8). Jadinya kami pun sepakat bergabung. The more the merrier!
Di tengah perjalanan ke terminal si bapak supirnya nanya ke saya, mau ke mana aja hari ini? Saya bilang deh mau muter-muter Yangon doang paling soalnya nanti malem kami semua mau ke Inle Lake dan ada juga yang ke Bagan. Saya nanya-nanya soal angkutan umum katanya ada bis sih tapi repot dan bisnya lebih parah dari Kopaja kalo dari yang saya liat. Palingan ya harus naik taxi kemana-mana, katanya. Trus doi nawarin buat nganterin kami muter-muter dan setelah tawar-menawar dapet harga yang lumayan murah, 90.000 Kyat buat perjalanan bandara - terminal - muter Yangon - terminal. Dibagi 8 ya jadi murah banget. 1 Kyat sekitar 11 Rupiah saat itu.
Sehabis nge-drop tas di JJ Royal, provider bis yang tiketnya sudah kami pesan sebelumnya, kami pun bertualang menjelajahi Yangon. Yang ternyata mendung banget dan sempat hujan deras.
Reclining Buddha (Chauk Htat Gyi)
Waktu ke sini lagi ada semacam perayaan gitu, jadi banyak yang piknik dan makan bersama (yang baunya aneh dan nggak enak banget bikin mual). Uniknya lagi waktu itu ada kayak karaoke bersama, jadi ada organ tunggal dan orang-orang bergantian menyanyi. Yang saya inget sih ada lagu yang nadanya persis lagu Lenka - Trouble is a Friend tapi bahasanya Myanmar. Absurd.
Oiya waktu itu juga banyak stasiun TV yang meliput saat seorang biksu ngomong di depan kerumunan banyak orang. Kepo dong langsung jadinya. Pas saya tanya ke supir kami sih katanya dia kayak semacam biksu terkenal gitu.
Ibu-ibu piknik
Anak kecil pake sarung dan bedak thanaka. Cute.
Foto bareng grup jalan-jalan dadakan (credit : Mba Olip)
Shwedagon
Pagoda super besar yang ada di tengah kota Yangon. Orang lokal gratis kalau masuk ke sini tapi turis mancanegara harus bayar 8.000 Kyat. Lumayan mahal. Mungkin besok-besok bisa dicoba nyamar pake sarung dan pake bedak thanaka biar gratis, secara muka Indonesia sama Myanmar itu sama banget. Di sini juga ada WiFi gratis lho #penting
Khusyuk doa.
Mulai hujan
Dua biksu perempuan yang malu-malu waktu dimintain foto
Sule Pagoda & Kandawgyi Lake
Karena hujan deras banget, jadi kami cuma liat dan foto-foto dari dalam mobil.
Kalau malam, Shwedagon akan terlihat menyala dari sini.
Bogyoke Market
Cuma punya waktu satu jam di sini karena harus sampai di terminal bis jam 5 sore. Misinya : mencari Longyi, sarung khas Myanmar. Yang kemudian menyesal karena ternyata di Bagan lebih bagus-bagus motifnya. Oiya, di dekat Bogyoke ada semacam perkampungan Muslim gitu. Ada mesjid dan banyak restoran halal.
Bogyoke Market
Beli Longyi? Checked!
Pas baru duduk langsung disuguhi ini, setelah diamati lebih seksama ternyata benar, ini jengkol!
Makanan khas Myanmar itu kari-karian. Mirip India. Not my favourite.
Sekitar restoran
Selesai sudah acara muter-muter singkat Yangon. Ternyata Yangon macet banget juga, mirip Jakarta. Jadinya dari kota ke terminal Aung Mingalar (yang letaknya agak pinggir dekat bandara) memakan waktu sekitar 1,5 jam. Tapi akhirnya kami berhasil sampai di terminal tepat waktu.
Selanjutnya ke Inle Lake!
dan masih terngiang all or nothingnya o-town versi burmese :)) nuiaatt loh :D
ReplyDeleteKita gubah lagu juga apa ya Mbak. Lagu BSB tapi diganti liriknya bahasa Sunda atau Jawa gt.
Deletewaks, dilink ke blogku ^^;; poto-potonya banyakan kamu mirr :p aku males masuk2innyaa.
ReplyDeletebesok pas ke Myanmar lagi *eaaa*, ke Yangon nya lamaan ke Bogyoke aja yuk? nyari craft2 yg dibilang sama Elly =))
pas ke Myanmar lagi bawa koper, beli bagasi, bawa Kyat yang banyak, trus khusus belanja mbak =))
Deleteaah mau kesanaa, orang2 sana bahasa inggrisnya bagus nggak ya? disana nginep dimana?
ReplyDeleteBahasa Inggris pas-pasan mirip Indonesia lah, tapi kalo di daerah turis sih lumayan. Di Yangon kebetulan gak nginep, karena malemnya langsung naik bis ke kota lain.
Delete