Napak Tilas ke Bayur, Maninjau

Pemandangan iconic Danau Maninjau

Misal dalam pembicaraan, kamu tiba-tiba jadi tau kalau lawan bicaramu adalah urang awak (orang Sumatera Barat -red), maka pasti dapat dipastikan pertanyaan berikutnya adalah,

Dima kampuangnyo?
(Di mana kampungnya? - red)

Kalau saya yang ditanya, sulit untuk menjawabnya. Kembali lagi ke pengertian apa itu kampung? Kalo tempat yang dikunjungi secara rutin, dalam artian 'pulang', ya Medan. Tapi apakah saya orang Medan? Bukan, saya sukunya Minang. Haha ribet. Karena dari jaman nenek saya dulu memang sudah merantau ke Medan, jadi kampung di Sumatera Barat (dalam pengertian tempat yang dikunjungi rutin saat lebaran) ya udah ngga ada lagi. Jadi saya orang apa ya? Haha tiba-tiba krisis identitas.

Tapi, ada sebuah tempat yang hampir selalu rutin dikunjungi tiap ke Sumatera Barat. Bayur namanya. Sebuah desa di pinggiran Danau Maninjau. Untuk menuju ke sana, cukup berkendara sekitar satu jam dari Bukittinggi dengan melalui kelok 44. Kelok 44 ini adalah jalan berkelok curam selama 44 kali, karena jalurnya benar-benar menuruni bukit. 

Di Bayur, nenek dan kakek (dari pihak Ibu) saya lahir. Dan karena paham suku Minang yang masih Matrilineal (garis keturunan diambil dari pihak wanita), maka di sanalah kampung saya. Saya sempat bertanya ke Ibu saya, kenapa sih keluarga kami ngga punya kampung di desa, yang ada rumah gadangnya. Jawabannya sederhana, dulu keluarganya tidak terlalu berada. Karena keadaan ekonomi yang cukup sulit pada jamannya, maka mereka pun akhirnya merantau ke Medan untuk mengadu nasib. Kemarin kami ke Bayur lagi, menginap di rumah paman yang masih tersisa di sana. Di sana saya sempat melihat semacam 'family-tree' dari keluarga nenek dan membuat saya tersadar, bahwa saya lah penerus suku Piliang dari keluarga ibu, karena saya anak perempuan satu-satunya. Waw!

Karena saya paling gak betah diam di rumah, di sore hari saya mengajak Pojan, adik saya untuk jalan-jalan muterin danau. Niatnya sih mau ke museum Buya Hamka, tapi ngga ketemu dan akhirnya jadi nyasar jauh. Malah ketemu sebuah pelabuhan kecil dengan dermaga yang asik buat kongkow-kongkow. Suasana kampung kelahiran nenek saya bisa dilihat di foto-foto di bawah ini :D


Rumah-rumah kayu yang cantik 

Ray of lights di danau, di foto dari jendela mobil (abaikan spion di kiri bawah)


Pojan 


Difotoin Pojan. 

Dermaga asik yang bikin pusing kalo kelamaan berdiri di situ 


Pelabuhan untuk menuju kota-kota lain di pinggiran danau. 

Tuh asik kan kalo punya rumah gadang cantik begini. 



 Danau dari kelok 44

Sekarang, kalau ditanya di mana kampungnya, dengan bangga saya akan menjawab : di Bayur, Sumatera Barat.

11 comments

  1. Cakep ya :) pengen ke Sumbar lagi liat foto kamu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Roadtrip ke sumbar asik banget mbaa, pemandangannya bikin melek sepanjang perjalanan!

      Delete
  2. hahaha sama mir kalo ditanya kampung paling bingung tergantung definisinya :p
    apalagi aku sendiri belum pernah ke Mandailing Natal. karena dari jaman buyut udah merantau ke pematang siantar. di pematang siantar sendiri isinya orang simalungun ama toba. jadi segan banget kalo mau ngaku2 kampung orang. :p

    ReplyDelete
    Replies
    1. oalah kamu orang mandailing natal toooh. selalu aku lewatin kalo mau ke padang :D

      Delete
  3. Aku jadi inget perjalanan naik motor hujan-hujanan ke sini bareng stranger yang baru ketemu di motel. Bagus ya ternyata, dulu aku ga terlalu nikmatin, mir, gara-gara kedinginan tea baju basah kuyup hahaha fail tenan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku juga ga terlalu menikmati nih Bii. Karena udah kecapean duluan udah roadtrip dr Medan. Pengen balik trus stay lama2 di sana rasanya.

      Delete
  4. Dermaga apungnya mirip kayak yang di Danau Toba ya. Saya juga suka krisis identitas kalo ditanya aslinya orang mana gara-gara sejak kecil selalu pindah kota setiap 5-6 tahun sekali ngikutin orang tua. :) Foto-fotonya keren, btw.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, Danau Toba di sebelah mananya? Malah belom pernah liat kalo di Toba.
      Jawab orang Indonesia aja paling aman ya kayanya. Hehe. Thank you!

      Delete
  5. Aku juga kampungnya dibayur maninjau (dari garis ibuku) namun aku g seberuntung kamu..msh memiliki paman yg msh tinggal dibayur..krn aku g tau lagidmn persisnya letak rmh nenek buyutku.. setelah ia merantau kepariaman dan g prnh pulang ke bayur.. ini aja aku liat negeri asalku diinternet aja..krn aku penasaran dgn wajah kampung asalnenek buyutku..sukuku tanjung adalah sukuku..aku g prnh tau lg dmn rmh kerabatku krn menurut cerita nenekku..mrk dlnya bukan org yg berada krn itu mrk merantau dan prg keluar dari kampungnya dan tak pernah kembali lagi..

    ReplyDelete
  6. Nnk km suku Tanjng dari Bayur, merantau ke Aceh dn Sumut dari sblm Jepang dtng ke nagari ini..ank2 dn cucu nya lahir di rantau semua..sampai skrng sy blm prnh melihat kmpng hlmn nnk km..rmh dn sawah msh ada di sana..

    ReplyDelete