Kamboja terkenal dengan sejarah kelamnya. Khmer Merah, atau Rouge Khmer dalam bahasa Prancis, rezim yang dipimpin oleh Pol Pot yang berkuasa pada tahun 1975 hingga 1979 membantai sekitar 2 juta penduduk Kamboja.
Choeung Ek Genocidal Centre (Killing Fields)
Choeung Ek Genocidal Centre (Killing Fields) adalah salah satu dari banyak sekali tempat pembantaian oleh rezim Khmer Merah yang tersebar di penjuru Kamboja. Namun katanya di Choeung Ek ini lah tempat pembantaian paling besar, sekitar 2,5 hektar luasnya. Perlu waktu sekitar setengah jam pakai tuktuk dari Phnom Penh untuk mencapai tempat ini.
Jalanan menuju Killing Fields, mirip Indonesia banget.
Khmer kids
Setelah membayar tiket masuk seharga 6 USD untuk turis asing, saya mendapatkan peta dan sebuah alat audio-tour berbahasa Inggris. Menurut saya ini efektif banget, daripada mendengarkan tour-guide mengoceh, rasanya jauh lebih fokus mendengarkan penjelasan lewat earphone. Lagi pula karena Killing Fields ini adalah kuburan massal ribuan mayat korban rezim Khmer Merah, pengunjung diharapkan untuk menunjukkan rasa hormatnya kepada jenazah korban-korban yang bersemayam di sini dengan cara nggak berisik dan nggak rusuh.
Makanya suasana di sana sangat tenang dan syahdu. Angin berhembus sepoi-sepoi. Kami berkeliling sambil mendengarkan penjelasan dari audio-tour.
Jadi, kenapa Pol Pot sekejam itu?
Singkat cerita, pada tahun 1949 Pol Pot mendapatkan beasiswa untuk belajar ke Prancis. Namanya juga anak muda ya, pasti masa itu Pol Pot aktif ikut banyak kegiatan di Prancis. Pol Pot bergabung dengan Partai Komunis Prancis dan banyak belajar mengenai paham komunis di sana.
Mungkin Pol Pot mikir gini,
"Wah paham komunis ini cocok banget nih kalo aku terapin di negaraku. Nanti kalo aku kembali ke Kamboja, aku akan buat Kamboja jadi negara komunis ah."
Tapi Pol Pot mungkin lupa, kalau yang namanya orang itu pemahamannya beda-beda. Dan yang namanya paham itu nggak bisa dipaksakan. Tapi Pol Pot keukeuh, kalau Kamboja harus jadi negara komunis, biar rakyatnya sejahtera merata. Maksudnya Pol Pot baik sih sebenernya. Tapi caranya dia salah. Salah banget.
Pol Pot yang saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri beserta pasukan Khmer Merah memulai perjuangannya dengan melaksanakan perang gerilya terhadap rezim Pangeran Sihanouk. Dan mereka berhasil menggulingkan kekuasaan si Pangeran. Kemudian otomatis Pol Pot lah yang berkuasa memimpin negara Kamboja.
Gelang-gelang yang ditinggalkan sebagai bentuk penghormatan dari para pengunjung.
Tapi kayaknya Pol Pot ini anaknya agak insecure. Dia bisa dengan mudah menanamkan pahamnya ke orang-orang yang kurang pendidikannya, seperti ke buruh atau ke petani. Tapi lain ceritanya dengan kaum-kaum intelektual. Orang pinter kan mana mau ditipu-tipu. Karena Pol Pot insecure, dan takut orang-orang pintar ini nantinya akan menghasut penduduk Kamboja yang lain untuk menggulingkan tahtanya, makanya dia memilih untuk melenyapkan mereka dari muka bumi ini. Mulai dari guru, dokter, pokoknya yang pendidikannya tinggi, sampai orang-orang yang berkacamata (ya, karena pake kacamata stereotype-nya pinter ya), dibunuh habis.
Not cool, Pol Pot. Not cool at all!
My body was shaking here. My eyes were teary. Seluruh bayi dibunuh habis dengan cara dibenturkan ke pohon ini. Alasannya, jika ingin membasmi, basmilah hingga ke akar-akarnya. Agar nanti bayi-bayi itu tidak membalaskan dendam atas kematian orangtuanya.
Kira-kira begini ekspresi semua orang di sana. Sad and shocked at the same time.
Kuburan massal
Pas di jalan setapak pinggir danau ini, audio-tour nya muterin lagu orkestra gitu. Sunyi, angin berhembus, lagu yang emotive. Mood langsung gloomy.
Magic Tree - Di sini dulunya digantung pengeras suara yang berguna untuk memutar lagu reformasi keras-keras saat waktu pembantaian tiba, biar suara teriakan manusia-manusianya teredam. Waktu di pohon ini, audio-tour nya muterin lagu itu. Nggak kebayang dulunya waktu dengerin lagu ini, perasaan orang-orang yang ada di sini kayak apa. Eerie.
Pol Pot meninggal di tahun 1998, tanpa sempat diadili.
Kami meninggalkan Killing Fields dengan perasaan campur aduk. Gloomy, sedih, dan penuh pertanyaan. Kenapa sih manusia bisa sekejam itu? Tapi tak lama, kami makan cookies dari Famous Amos di tuktuk di perjalanan pulang ke Phnom Penh. Lalu seketika mood kami membaik lagi #mure
Bahagia memang (seharusnya) sederhana.
Mungkin Pol Pot saat itu butuh di puk puk. Mungkin Pol Pot harus pergi piknik lalu makan cokelat, es krim, dan Famous Amos. Duh jadi pengen kan.
*bukan postingan berbayar.
aku pernah baca yang soal bayi dibenturin itu :(
ReplyDeletebtw, kenapa kok gelang ya mir ya diletakkan di sana?
Hmm pertanyaan bagus.
DeleteAku ga tau juga Yu, mungkin karena ada yang memulai lalu yang lain pada ikutan kali ya? Dan bagus juga warna warni. Trus kayanya paling gampang. Kalau baju, nanti penuh dan ga muat. *apasihmir
pake kamera dan lensa apa kk Mira? hasilnya cuco dweech
ReplyDeleteAku pake Ricoh GR, kak. Alhamdulillah cuco dweech.
Deletejadi ikutan sedih gini baca postingannya mir. anyway sebenernya aku ga suka sejarah, tapi baca ceritamu malah makin penasaran sampe bawah, *ternyata akhirnya malah coklat sm eskrim. hahahaa
ReplyDeleteHahaha maap ya Ken ending-nya ngga banget. Soalnya aku pas nulis kebayang cookies yg aku makan abis dr sini =))
Deletekapan2 ajak2 dong klo mau piknik kayak gini, haha
ReplyDelete*komen ra nyambung
gampang lah bisa diatuuuur
DeleteYa ampun.. Kejam banget ya, Mbak.. :( Baca sambil liat gambarnya dari postingan ini aja aku langsung sedih, apalagi ada di sana.. T_T
ReplyDeleteiyaa pulang dari sana langsung gloomy :(
Delete