Bagan, Myanmar - Part 2

Mount Popa dari kejauhan

Hari kedua di Bagan.

Kami ikut half-day tour ke Mount Popa yang letaknya tidak jauh dari Bagan. Karena angkutan umum menuju ke Mount Popa cukup sulit, biasanya turis-turis menyewa mobil untuk ke sana. Waktu browsing di TripAdvisor, katanya sih harga sewanya sekitar 50.000 Kyat. Lumayan mahal, apa lagi di hari-hari terakhir piknik uang saku sudah semakin menipis. Kami bertanya di beberapa tempat ternyata harganya memang segitu. Di hotel 50.000 Kyat, sedangkan di money changer dekat hotel harganya malah 60.000 Kyat. Karena kami bokek, jadinya pasrah dan gak mau booking dulu. Siapa tau dapet mukjizat sewa mobil murah pas waktunya udah mepet.

Eh beneran. Waktu puter-puter Bagan di hari pertama, di salah satu pagoda ada satu bapak-bapak yang nyapa kami. Biasa lah basa-basi dulu awalnya, trus dia nanyain apakah kami mau ke Mount Popa. Akhirnya dia nawarin mobilnya buat ke Mount Popa dan harganya 35.000 Kyat saja. Langsung nyengir kesenengan. Semesta memang baik. Setelah deal, bapaknya ngasih nomer HP dan kami janjian buat dijemput di hotel besoknya jam 9 pagi.

Mount Popa


Perjalanan ke Mount Popa memakan waktu sekitar sejaman lebih dari Bagan. Di tengah jalan bapaknya berhenti dan nawarin buat jalan-jalan ke desa tradisional Myanmar gitu deh. Karena hari itu lagi mager dan pas diintip dari luar desanya biasa aja -- yah sama dengan tipikal desa-desa di Indonesia, ada kerbau, rumah beratap jerami, dsb dsb -- kami skip desa itu dan langsung ke Popa.


Bagan to Mount Popa



Oiya yang menarik dari Mount Popa adalah sebuah pagoda yang terletak di atas bukit berbatu. Sayangnya pas nyampe di sana malah mendung. Bapak supir nurunin kami di dekat pintu masuk dan bilang kalau dia akan nunggu di parkiran. Kami dikasih waktu sekitar sejam buat liat-liat kuil di atas bukit itu.

Like, seriously? Sejam naik turun?

Ternyata tangganya ada 777 dan lumayan curam. Tantangannya bukan cuma di mendaki tangganya. Selain itu, kami harus mendaki dengan kaki telanjang (karena rule-nya memang no alas kaki di semua pagoda) DITAMBAH dengan banyaknya monyet yang lumayan intimidatif dan DITAMBAH LAGI dengan banyaknya pipis dan pup monyet yang bertebaran di tangga. Yang harus kita injak. Dengan kaki telanjang.

Meh.

Rasanya pulang-pulang dari sana langsung pengen rendeman kaki pake kembang 7 rupa.

Semangat, Bu, Kek!

Tersangka yang pipis dan pup di tangga.

View dari atas.



Setelah lumayan mandi keringat kami pun sampai di atas. Pemandangannya lumayan, kalau pagodanya masih mirip-mirip lah dengan pagoda pada umumnya.

Kabarnya kalau lagi cerah banget, kita bisa liat Bagan dari kejauhan.

Nama-nama donatur dipajang di sini. Kalau mau mejeng di sini boleh ikutan nyumbang.






Kalau buat saya pribadi, Mount Popa, sama seperti Batu Caves di Malaysia, rasanya cukup dinikmati dari kejauhan saja. Karena effort yang dikeluarkan untuk mendaki ke atas rasanya kurang terbayar dengan apa yang didapatkan di atas. Sejam lebih dikit kami balik ke mobil dan langsung pulang ke Bagan.

Anak sekolah pake sarung longyi




Sampai di Bagan ternyata mendungnya udah hilang dan langit jadi super biru. Kami memutuskan untuk nyewa e-bike setengah hari buat muter-muter Bagan lagi. Tak lupa makan tea leaf salad lagi di 7 Sisters. Tujuan utamanya sih nyari longyi (lagi) di pasar Old Bagan. Tapi di perjalanan jadi malah ketemu spot-spot random yang kece buat foto-foto.

Out of nowhere.

Masih punya waktu yang lumayan banyak sebelum bis kami ke Yangon berangkat, akhirnya kami memutuskan untuk ke Shwe San Daw pagoda lagi untuk melihat pemandangan Bagan dari atas untuk yang terakhir kali sebelum pulang. Ternyata keputusan kami benar, karena yang dilihat beda banget sama pemandangan di hari sebelumnya pas mendung. Rasanya jadi pengen nongkrong di atas sampai sunset. Tapi apa daya, jam 5 sore kami harus segera berangkat ke terminal.



Totoro payungan


Ananda Temple, yang berwarna putih, terlihat di kejauhan. Photo : Mba Olip

Photo : Mba Olip

Shwe San Daw Pagoda


Dengan berat hati perjalanan piknik di Myanmar harus berakhir karena kami harus meninggalkan Bagan sore itu untuk kembali ke Yangon. Bagan memang menyenangkan. Rasanya saya nggak akan enggan untuk kembali lagi suatu hari nanti. Tentunya bukan saat musim hujan biar bisa liat balon terbang.

See you, Myanmar!

No comments