Di postingan kali ini, aku kembali disogok oleh Mira untuk menulis lanjutan kisah perjalanan kami dari York kemarin. Begini ceritanya..
Limestone Way
--
Aku dan Mira check-out dari hostel kami, YHA Hathersage, segera setelah sarapan. Sebenarnya, desa Hathersage tempat kami menginap ini cantik sekali. Bahkan dari saat naik bus menuju ke sini, kami sudah berpikiran untuk tidak usah melanjutkan perjalanan saja, agar waktunya bisa kami gunakan untuk explore Hathersage. Tapi berhubung masih penasaran dengan tujuan utama kami, kami check-out sesegera mungkin agar perasaan menyesalnya tidak terlalu dalam. Kami bergegas ke bus stop yang akan membawa kami menuju tujuan utama tersebut.
Ternyata, setelah kami tiba di bus stop, bus pertama baru akan tiba lebih dari satu jam lagi. Jadi daripada bengong, kami dapat kesempatan untuk explore Hathersage juga. Setelah berkeliling sekaligus membeli perbekalan, sejam kemudian, kami sudah naik bus menuju Castleton, sebuah desa kecil di Peak District National Park, Derbyshire, yang menjadi starting point jalur pendakian Limestone Way. Yup, menelusuri Limestone Way adalah tujuan utama kami hari itu.
Menuju Castleton
Limestone Way adalah satu dari sekian banyak jalur pendakian di Peak District National Park, sebuah daerah konservasi alam yang sangat luas sekali. Luas daerahnya mencakup 6 counties, istilah untuk provinsi di UK. Teman-temanku sudah banyak yang menjelajahi Peak District tahun lalu, dan review mereka sangat positif, jadinya aku penasaran ingin ke sana.
Tampaknya, review teman-temanku itu memang benar adanya. Dari sebelum kami keluar dari batas desa Castleton, bukit-bukit hijau yang luas sudah terlihat memanggil-manggil, membuat kami tidak sabar untuk segera sampai ke sana. Kami sangat beruntung bisa menikmati perjalanan bus di kursi paling depan di lantai atas. Pemandangannya yang indah membuat kami jadi tidak terlalu menyesal karena tidak sempat berlama-lama di Hathersage.
Bukit-bukit yang udah keliatan dari Castleton
Sesampainya di Castleton, kami langsung mencari toko kelontong yang menjual peta Limestone Way. Sebenarnya aku dan Mira tidak pernah membeli peta kalau mau jalan-jalan di UK, berhubung sudah ada Google Maps. Tapi, orang-orang yang membahas Limestone Way di internet selalu menyarankan untuk membeli peta karena sinyal di sana yang kurang bagus, jadi kami menurut saja, lagipula harganya tidak terlalu mahal dan bisa jadi oleh-oleh sekalian. Setelah memegang peta, kami segera berjalan dengan bersemangat.
Pintu masuk menuju Limestone Way dari Castleton
Di awal perjalanan, kami berpapasan dengan banyak orang; dari mulai gerombolan anak sekolahan, pasangan yang membawa anak mereka, hingga kakek nenek yang masih segar bugar. Bahkan kami melewati beberapa kelompok yang baru selesai melipat tenda. Sepertinya karena sedang musim panas, banyak orang yang menggunakan waktu senggang mereka untuk mengelilingi 6 counties di peak district, bukan cuma Limestone Way saja. Aku cukup yakin karena aku melihat peta yang mereka bawa jauh lebih tebal dari peta yang kami beli. Sepertinya itu ide bagus untuk kami lakukan kalau kami kembali ke sini lagi suatu saat nanti.
Ada yang sepedahan.
Tapi kalau nemu tanjakan begini terpaksa harus digotong sepedanya.
Selain berpapasan dengan rombongan manusia, kami juga berpapasan dengan rombongan domba-domba berbulu tebal. Mira penasaran sekali dengan domba-domba ini. Sayangnya kalau kami dekati, mereka jalan menjauh. Makin cepat kami datangi, makin cepat juga mereka kabur, jadi hasrat ingin pukpuk bulu mereka yang fluffy itu tidak tersampaikan. Kami sudah coba iming-imingi teri kacang bikinan mamanya Mira, tapi mereka tidak bergeming. Padahal, teri kacangnya enak. Kami juga coba panggil-panggil mereka, tapi sepertinya “Mbek”-nya Mira kurang beraksen British, jadi mereka tidak menjawab. Domba-domba itu justru menjawab “Mbek”-ku. Jadi, walaupun aku gagal bawa aksen British pulang ke Indonesia, setidaknya aku bawa pulang aksen “Mbek” yang cukup British.
Mira mencoba memanggil domba tapi dicuekin.
Selain domba-domba, kami juga bertemu sapi preman. Namanya memang begitu, bukan istilah yang kami ada-adakan. Sapi-sapi ini jumlahnya banyak, ukurannya besar-besar, dan mereka duduk-duduk tepat di dekat satu-satu nya gerbang yang harus kami lewati. Ada satu gerombolan anak sekolahan yang pace-nya sama dengan aku dan Mira, tapi agak lebih di depan kami sekitar 5 menit. Begitu sampai di gerbang ini, mereka terhenti karena tiap ada orang yang akan melewati gerbang tersebut, sapi-sapi ini akan menggerutu, mengancam, dan menghampiri dengan muka jutek. Jadi, kami semua harus menunggu hingga mereka menjauh dari gerbang dengan sendirinya.
Ini dia sapi-sapi preman. Mereka bahkan buang 'sampah' sembarangan. Huh.
Peta yang kami beli ternyata benar-benar berguna. Setelah kami melewati sapi-sapi preman, gerombolan anak sekolahan yang menunggu sapi bersama kami berjalan keluar dari jalur Limestone Way. Sepertinya mereka akan menyusuri Peak District selama beberapa hari, kalau dilihat dari ukuran carrier yang mereka bawa. Kalau kami tidak bawa peta, mungkin kami akan mengikuti mereka karena tidak tahu jalan. Tapi karena kami pegang peta sendiri, kami jadi tahu kalau jalan yang harus kami ambil berbeda dengan mereka.
Setelah berpisah dengan kelompok anak sekolahan tadi, kami tidak berpapasan dengan manusia lagi, hanya domba dan sapi saja sepanjang mata memandang. Pas sekali lokasi dan waktunya untuk makan siang. Aku dan Mira istirahat makan siang tidak jauh dari domba-domba dan sapi-sapi yang juga sedang makan siang. Aku bersyukur domba-domba yang tadi tidak berhasil kami iming-imingi dengan teri kacang, jadinya kami masih punya cukup bekal untuk melanjutkan perjalanan yang baru lewat setengah.
Sepanjang Limestone Way, kami melewati banyak gerbang-gerbang seperti ini, sepertinya padang rumputnya merangkap untuk menggembalakan ternak.
Goler-goler
Putri malu (maluin)
"Pose Meteor Garden, yuk!" - Mira
Setelah istirahat makan siang yang cukup lama, karena lebih banyak melibatkan goler-goler, kami pun melanjutkan perjalanan. Ternyata jalur kami setelah makan siang ini melewati kompleks desa peternakan. Rumah-rumahnya terpencil tapi terlihat bagus, apalagi halaman depan mereka ya Peak District ini. Aku dan Mira jadi ingin sekali tinggal di salah satu rumah ini. Ketika kami lewat di depan salah satu rumah, aku dan Mira berebut untuk mengakuisisi rumah tersebut sebagai tempat tinggal. Begitu kami sudah mulai menyusuri daerah padang rumput lagi, tiap rumah di kompleks tadi sepertinya sudah jadi milik salah satu dari kami.
Rumah dengan halaman super luas
Setelah kami melewati padang rumput ini, aku baru sadar kalau jalurnya akan bertemu dengan jalur menuju ke Castleton lagi namun dari arah yang berbeda. Ternyata kami akan selesai menyusuri Limestone Way lebih cepat dari perkiraan kami. Kalau kami menyelesaikan jalur ini dan langsung menuju stasiun, kami akan menunggu berjam-jam di sana sampai kereta kami tiba. Daripada begitu, kami lebih memilih untuk berlama-lama di Limestone saja. Jadi, kami banyak duduk-duduk dan berjalan lebih lambat dari pada saat sebelum makan siang.
Walaupun sudah agak membuang-buang waktu, namun ternyata kami tetap saja tiba terlalu cepat di stasiun. Kami masih harus menunggu kereta kami selama satu jam lebih. Agar tidak bosan, kami menunggu di luar stasiun saja agar bisa melihat-lihat. Kami masuk ke stasiun kurang lebih 15 menit sebelum kereta tiba. Dan ternyata, stasiunnya bagus sekali. Tipikal stasiun terpencil di pedesaan tapi terawat. Sepertinya stasiun ini bisa jadi objek wisata sendiri di Peak District. Ketika keretanya datang, ternyata kereta ini juga unik. Tampilannya kuno tapi tidak bobrok. Menyenangkan sekali penutup perjalanan ini. Kami menaiki kereta kuno ini sampai stasiun Sheffiled, lalu naik kereta yang lebih modern menuju London. Karena sudah lelah, kami tertidur di kereta hingga beberapa saat sebelum tiba di stasiun London St. Pancras International.
Bamford station
Jadi kesimpulannya, aku berhasil membuktikan kalau review-review super positif dari teman-temanku tentang Peak District ternyata tidak berlebihan sama sekali.
Blognya keren Kak. Aku mo jadikan referensi menulis artikel, copy gambarnya boleh Kak ? Aku tetap cantumkan sumbernya Kok. :)
ReplyDeleteHalo! Iya silakan! :D
Delete