Italy Trip #1 : Milan!

Beberapa hari setelah sidang disertasi, saya terbang ke Milan, kota pertama dalam perjalanan saya selama 5 hari di Italia. Setelah hiruk pikuk mengerjakan disertasi, packing, pindahan dari flat ke tempat penampungan sementara (terima kasih Vivi dan penghuni Princess Court!) karena saya resmi jadi homeless di London, saya menghadiahi diri saya sendiri dengan graduation trip part 1 ini. Saya pilih Italia karena teman saya, Riwe, yang dulu S2 di sana, sering cerita kalau Italia adalah negara yang indah, hangat, menyenangkan, dan harus banget saya kunjungi. Ditambah lagi karena saya penasaran banget pengen makan pizza, pasta, dan tiramisu di negara asalnya.

Awalnya saya merencanakan untuk solo trip saja karena teman-teman saya yang lain punya deadline disertasi yang lebih telat dari saya. Tapi ternyata, ketika saya udah beli tiket dan susun itinerary kasar, teman saya si Dharma tertarik juga ingin ikutan. Jadinya saya berangkat duluan dan Dharma menyusul 2 hari kemudian. Lumayan lah, ga sendiri-sendiri banget.


Saya sampai di Milan sekitar jam 11 siang dengan keadaan super lapar dan gemetaran karena cuma sarapan ala kadarnya di London. Begitu sampai di tengah kota Milan setelah naik bus dari airport, hal yang pertama saya cari adalah pizza untuk mengganjal perut dan asupan energi untuk jalan kaki mencari hostel yang sudah saya pesan sebelumnya.

Saya masuk ke salah satu gerai pizza random di pinggir jalan yang ada logo halalnya dan memesan paket pizza dan fries seharga 2.5 euro saja. Agak aneh sih, pertama karena murah banget, yang kedua, kombinasi pizza dan kentang goreng itu sedikit tidak biasa. Lebih aneh lagi ketika yang datang adalah 1 potong pizza berukuran super jumbo dengan ketebalan yang tidak lazim, lebih mirip roti dibanding pizza. Di saat seperti itu, saya cuma bisa kangen dengan pizza hut dan bersusah payah menghabiskan pizza-nya (yang pada akhirnya cuma saya makan topping yang ada kejunya).

Jadi gini aja nih, pizza di negara asalnya? Saya kecewa bukan main saat itu. Padahal saat itu memang salah saya aja sih, milih gerai pizza yang dikelola sama orang Turki, bukan orang Italia asli :))

Setelah lumayan dapet tenaga, saya berhasil jalan kaki dan menemukan hostel saya. Entah kenapa di Milan rasanya saya insecure setiap saat gitu, bawaannya was-was dan curigaan sama orang-orang. Mungkin karena sebelumnya udah banyak dengar rumor kalau di Italia kurang aman dan banyak copet. Ditambah lagi, hostel saya ternyata terletak di kawasan yang agak bronx. Saya bolak-balik ngecek HP dan dompet, dan juga mengamankan paspor dan kartu atm di money belt yang diumpetin dibalik baju.

Setelah check-in dan ngosongin isi ransel dari baju-bajuan, saya langsung jalan lagi. Berhubung itinerary Italia ini kemarin dibuat di tengah-tengah riweuhnya disertasi, saya jadi gak banyak riset mendalam tentang kota-kota yang akan saya kunjungi. Jadinya sebelum beranjak dari hostel, saya cuma bermodal Googling "things to do in Milan" dan Google dengan canggihnya bikinin itinerary lengkap dengan rute di peta yang tinggal kita ikuti. Ah, Google memang selalu canggih dan selalu creepy.


Nomor satunya tentu saja, Duomo di Milano, yaitu katedral terbesar di Milan. Saya naik metro dari stasiun dekat hostel menuju ke sana. Begitu saya keluar dari stasiun, seorang pemuda menghampiri saya dan dengan ramahnya berkata "hello, my friend!" sambil menjulurkan sehelai gelang. Berhubung saya udah khatam sama yang model beginian, saya langsung melengos pergi aja nyuekin dia. Yang beginian wajib diwaspadai karena biasanya adalah salah satu praktek tourist scam bermodus gelang persahabatan yang tentu saja ujung-ujungnya minta uang. Scam kayak gitu banyak banget ditemui di Paris terutama di sekitaran menara Eiffel dan Montmartre.


Suasana di pelataran katedral sebenarnya lumayan asik juga karena ada banyak burung merpati jinak yang biasanya dijadiin untuk properti selfie-nya orang-orang. Saya lagi asik foto-foto ketika mendadak ada mamang-mamang yang naro biji-bijian ke telapak tangan saya. Saya kaget dan refleks langsung narik tangan karena takut ujung-ujungnya duit tapi si mamang bilang "gapapa" dengan tatapan tulus. Burung-burung otomatis dateng dan hinggap di tangan saya untuk makan biji-bijian itu. Ketika saya mau mengabadikan momen itu, si mamang mulai menawarkan diri buat motoin saya, pakai acara sedikit maksa dan mau ngambil kamera pula. Tapi saya tetep kekeuh bilang kalau saya bisa sendiri #anaknyaIndependent. Nah, pas burung-burungnya udah pergi, feeling saya bener, si mamang minta duit. Saya langsung bilang "lah, orang saya ga mau bayar". Si mamang tampak bete dan bilang "go away" ke saya sambil pake gesture tangan yang setelah saya Googling artinya kasar banget. Duh, untungnya saya masih selamat dan ga rugi duit. Ke-insecure-an saya langsung naik 50%.


Sehabis dari Duomo di Milano, saya lanjut ke Galleria Vittorio Emanuele II sesuai dengan arahan dari itinerary yang dibikinin sama Google, dan ternyata letaknya sebelahan banget. Ternyata, tempat ini adalah shopping arcade yang udah ada sejak tahun 1800-an gitu. Pantesan klasik banget arsitekturnya. Tapi ya akhirnya saya cuma bisa foto-foto aja karena mau masuk ke dalam toko-tokonya rasanya kurang pantas. Ya gimana lagi, isinya barang-barang branded yang selama ini saya tau namanya karena Syahrini. Saya agak deja-vu dengan pemandangan di sini lalu ingat bahwa Galleria Vittorio Emanuele ini muncul di cover buku Kalkulus karangan Purcell. Jadi inget masa-masa indah tahun pertama kuliah s1 #AnakTeknik

Cover buku Kalkulus versi lama (kiri) dan baru (kanan).




Tram vintage



Jendelanya khas banget.

Tram modern.


Setelah beres pemotretan cover buku Kalkulus dengan saya sebagai modelnya, saya lanjut jalan kaki menelusuri gang-gang kecil yang cute sampai akhirnya sampai di Sforza Castle. Saya cuma muter-muter di bagian luarnya aja karena memang gak terlalu tertarik buat masuk ke dalam. Di sini saya mampir di cafe di area kastil untuk istirahat bentar sambil minum cappucino. Kayaknya itu salah satu cappucino yang paling enak yang pernah saya minum. Harganya cuma 1.5 euro! Bahagiaa~

Sforza Castle

Arco della Pace


Arco della Pace atau Arch of Peace ini memang mirip dengan Arch de Triomphe yang ada di Paris. Arco della Pace ini dibangun oleh Napoleon Bonaparte saat dia berhasil menguasai Milan di tahun 1796. Saat itu dia membangun Arco della Pace sebagai gerbang masuk di jalan yang menghubungkan antara Milan dan Paris. Jadinya kedua Arch ini memang terhubung melalui jalur Simplon Pass dari Milan ke Paris yang melewati pegunungan Alps.

Di gerbang ini, mulai turun hujan gerimis tipis-tipis. Saya yang udah lelah jalan kaki memutuskan untuk naik tram ke arah hostel. Rencananya saya mau makan gelato, cari makan malam, belanja perbekalan, lalu istirahat karena keesokan harinya pagi-pagi banget saya udah harus cabut ke Venice.

Tram vintage. Ganteng bagus ya dalemnya. Berasa lagi di film-film gitu.

Daily pass transportasi-nya Milan, lumayan murah juga, 4.5 euro udah bisa naik metro, bus, dan tram seharian.

Sore itu saya makan gelato di Gelateria Etnica, atas rekomendasi seorang teman, yang lucunya dikelola oleh orang berkebangsaan Tiongkok. Agak awkward aja rasanya makan gelato di gelateria yang banyak tulisan cina di mana-mana gitu, meskipun rasanya lumayan oke juga. Hari yang bisa dibilang cukup aneh, karena siangnya saya makan pizza di pizzeria Turki, dan makan gelato di gelateria Tiongkok. Untuk makan malam, saya langsung bertekad mau ke tempat yang bener-bener authentic Italia. Langsung deh saya Googling "best pasta in Milan".

Osteria Della Pasta E Fagioli - waw namanya aja udah Italia banget.

Berkat trip Advisor, saya akhirnya nyasar ke Osteria Della Pasta E fagioli yang namanya susah banget disebut tapi keliatan Italia dan fancy banget. Pas saya sampai di sana, restorannya baru buka dan saya adalah satu-satunya customer di sana. Pelayannya ramah banget bantuin saya nerjemahin menu yang tentu saja berbahasa Italia semua. Dia bilang di situ mereka menyajikan makanan khas dari South Italy. Saya bilang kalau saya gak bisa makan babi, lalu dia tanya apakah saya suka sayuran? Akhirnya berdasarkan rekomendasi si pelayan, saya pesan sesuatu-yang-saya-lupa-namanya yang intinya adalah pasta berisi turnip dan teri. Terdengar weird ya.

Pasta with turnip and anchovy.

Rasanya bener-bener baru di lidah saya yang kebiasa dengan pasta bermicin khas Indonesia. Hahaha. Sayurnya kayak diblender gitu, dan ada sensasi agak pahit dari sayuran, dan asin-asin gurih dari ikan terinya. Menarik. Walau akhirnya ga habis juga.

Setelah kenyang, pulang ke hostel, mandi, menulis jurnal, dan sholat, saya langsung tidur dengan nyenyaknya kayak pingsan di dorm wanita berisi 6 orang. 

Akan kah saya menemukan pizza dan pasta yang enak di Italia? Nantikan kelanjutan kisah saya di Italia di postingan berikutnya! #apeu.

3 comments

  1. Duuuh, ku ga sabar nih menunggu kisah selanjutnya

    ReplyDelete
  2. Hmmm.. Ternyata memang bener ya di Italia banyak scam artist. Asalkan kita waspada memang sih hal-hal yang nggak diinginkan bisa dihindari. Tapi jadinya liburannya jadi penuh kewaspadaan tingkat tinggi. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. memang harusnya waspada setiap saat sih yaa. tapi Italia memang lebih berasa aja gitu aura-aura scam-nya.

      Delete