Italy Trip #3: Cinque Terre!


Setelah melalui hari yang super melelahkan berisi perjalanan darat Milan - Venice, muter-muter di Venice, dilanjutkan dengan perjalanan dari Venice - Florence, akhirnya saya bisa rebahan di kasur hostel yang biasa-biasa saja di Florence. Hostel yang sebenarnya agak aneh, tapi yaudah disyukuri saja karena harganya murah dan letaknya dekat banget dengan stasiun. Saya menginap 3 malam di hostel ini, berhubung Florence adalah kota yang paling strategis buat saya untuk menginap karena; pertama - menginap di Venice mahal sekali, kedua - menginap di Cinque Terre juga mahal sekali. Kalau diibaratkan, mungkin Venice dan Cinque Terre adalah Bali, dan Florence adalah Jogja (dari segi harga dan ramainya turis). Maka dari itu, jauh lebih hemat jika saya menginap di Florence dan melakukan perjalanan tektok ke dua kota tersebut.

Saking penasarannya sama Cinque Terre, berhubung foto-fotonya yang banyak beredar di internet selalu bikin mupeng, saya jadi maksain banget bikin day-trip dari Florence, demi berhemat. Plan-nya, saya naik kereta pagi-pagi sekali dari Florence, lalu kembali dengan kereta yang paling malam. Untuk ngecek jadwal kereta dan booking tiket, seperti biasa saya selalu pakai GoEuro.com, karena semua jadwal pesawat, kereta, dan bus di Eropa terintegrasi di sana. Dan kali ini saya gak akan jalan-jalan sendirian lagi karena akan ada Dharma yang menyusul ke Cinque Terre! Dharma langsung terbang ke Milan di sore hari setelah selesai submit disertasi (saat saya di Venice) dan naik kereta dari Milan menuju Cinque Terre keesokan harinya. 


Oiya sesuai dengan namanya (cinque adalah 5, terre adalah land atau daerah), di Cinque Terre ini ada 5 desa yang terletak di bibir pantai di daerah yang berbukit-bukit gitu, seperti bisa dilihat dari peta di atas. Kelima desa ini terhubung dengan jaringan rel kereta api dan juga trek untuk trekking. Ketika berangkat dari Florence yang letaknya agak di tengah ke arah Barat (ayo cek peta!), saya harus transit di La Spezia lalu ganti ke kereta yang akan melewati kawasan Cinque Terre menuju Levanto. Sebaliknya, Dharma yang berangkat dari Milan yang letaknya di Utara harus transit di Levanto dan lanjut naik kereta yang menuju ke La Spezia. Kami menyamakan jadwal kereta dan janjian untuk bertemu di Riomaggiore.


Kalau memang berniat ambisius untuk berkunjung ke semua desa seperti yang saya lakukan, lebih baik beli Cinque Terre pass yang dijual di stasiun-stasiun desa di sana. Saya beli day pass-nya di stasiun Riomaggiore. Dengan pass seharga 16 euro ini, saya bisa naik kereta sepuasnya di kawasan Cinque Terre, akses gratis ke WiFi, dan -yang paling penting- ke toilet gratis! Balik modal banget karena tiap masuk ke toilet di sana harus bayar 1.5 euro dan perjalanan single-trip antar desa itu harganya 4 euro. 

Riomaggiore

Saya sampai di Riomaggiore jam 9 pagi dan Dharma sampai kurang lebih 30 menit setelahnya. Stasiun Riomaggiore terletak di pinggir tebing yang berhadapan langsung dengan hamparan laut luas berwarna biru.

Postcard view

Oleh-oleh khas Cinque Terre : sabun beraroma lemon.

Dan pasta warna warni beraneka bentuk. #nsfw


Manarola


Akhirnya ada yang motoin :')

Stasiun kereta Manarola

View di Manarola menurut saya paling bagus, karena rumah warna warni-nya terlihat lebih 'numpuk' di atas bebatuan karang. Jarak dari Riomaggiore ke Manarola kurang lebih cuma 10 menitan saja naik kereta. Anehnya, selama saya mondar mandir naik kereta di kawasan Cinque Terre, tiket saya gak pernah diperiksa sama sekali. Tapi meski pun begitu mending jujur aja yaa, daripada apes kena pas ada razia.



Di Manarola perut kami sudah mulai krucuk-krucuk kelaparan. Dharma, seksi konsumsi dalam perjalanan ini, langsung sigap browsing di TripAdvisor tentang restoran yang recommended di Cinque Terre. Meskipun kami turis yang kere, kami selalu menjadwalkan icip makanan di suatu daerah seenggaknya satu kali dalam sehari. Selebihnya yaaa, cukup roti sama air keran aja. Hahaha. Kebetulan menurut TripAdvisor, ada satu restoran yang enak di Manarola, dan pas banget saat itu sudah menuju jam buka restoran tersebut. Trattoria Dal Billy namanya.

Menuju Trattoria Dal Billy yang letaknya di atas bukit. Nanjaknya lumayan bikin tambah laper.


Ketika kami sampai di sana, restorannya belum buka tapi udah boleh masuk dan nunggu di dalam. Hoki banget jadi pengunjung pertama di restoran itu karena gak lama kemudian pengunjungnya langsung rame. Telepon di restoran gak berhenti berdering karena banyak orang yang ingin reservasi, terutama untuk makan malam. Tampaknya restorannya memang beneran favorit karena dari hasil nguping, reservasinya udah penuh untuk beberapa hari ke depan gitu.

Karena lagi di pinggir laut, menu utama di Trattoria Dal Billy tentu saja adalah seafood. Saya pesan spaghetti al frutti di mare atau pasta seafood. Kita bisa pilih mau pasta yang biasa atau yang home made, tentu saja saya pilih yang home made.

Spaghetti al Frutti di Mare

Akhirnyaaa saya makan pasta enak di Italia. Pasta-nya agak lebih gendut-gendut dan teksturnya lebih mirip mie. Bumbunya sederhana tapi enak banget. Seafood-nya gak pelit. Terlebih lagi kami duduk di sebelah jendela yang pemandangannya ke laut. Makan saya lahap banget karena rasanya udah berhari-hari gak makan enak dan proper.

View dari jendela restoran.




Tak lupa ditutup dengan gelato

Corniglia



Setelah kenyang, kami pun melanjutkan perjalanan ke desa ke-tiga: Corniglia. Bisa dibilang ini adalah desa yang paling kami gak suka, karena untuk menuju ke desanya kami harus mendaki tangga yang cukup tinggi dari stasiun. Rasanya tangganya kayak gak habis-habis, ditambah saat itu matahari bersinar lumayan terik.

Stasiun di kejauhan, dan ratusan tangga.


Saya kira view di Corniglia juga akan terletak di dekat pantai seperti dua desa sebelumnya. Tapi ternyata letaknya ada di atas bukit. Dan mohon maap nih, tapi ternyata pemandangannya... B ajaa atau biasa banget. Rasanya effort untuk mendaki tangga gak terbayar gitu. Karena di Corniglia gak ada tempat untuk chill duduk-duduk di pinggir laut, jadinya kami langsung balik ke stasiun untuk lanjut ke desa berikutnya aja.

Corniglia

Cabe!

Salah satu sudut di Corniglia

Vernazza


Kami menghabiskan waktu di Vernazza dengan selonjoran kaki dan nyantai di pinggir pantai karena rasanya udah capai sekali. Di sini kami juga heboh telepon-teleponan dengan orang hostel yang gak mau nunggu Dharma yang lewat dari jam check-in 5 menit doang! Jadi Dharma akan menginap di hostel tempat saya menginap di Florence yang punya peraturan check-in maksimal jam 10 malam. Padahal, kereta kami akan sampai di Florence jam 10 malam, ditambah jalan kaki dari stasiun ke hostel jadi kurang lebih palingan bakal cuma lewat 5 menit dari waktu maksimal check-in. Setelah ngobrol muter-muter dan nego-nego akhirnya dia bersedia nunggu dengan tambahan bayar 10 euro. Kesel banget.



Karena kesel, kami jadi laper (alesan aja) dan memutuskan untuk mencari gorengan seafood yang tadi pagi  kami lihat di Riomaggiore. Tapi setelah muter-muter di Vernazza, ternyata di sana gak ada kios yang jualan gorengan seafood.

Pesan moral: kalau emang pengen beli gorengan seafood, beli lah di Riomaggiore.

Tapi berhubung kami pegang kartu Cinque Terre pass yang berarti bisa naik kereta sepuasnya, maka pergi lah kami kembali ke Riomaggiore cuma untuk beli gorengan. Super niat.


Mamang gorengan

Enak dan penuh kolesterol : kentang, udang, teri, cumi, dan sayuran semua digoreng tepung.

Monterosso

Karena terlalu nyantai di Vernazza dan balik lagi ke Riomaggiore, ternyata kami cuma punya waktu sebentar banget di desa terakhir: Monterosso. Kurang lebih kami cuma punya waktu satu jam saja di sana. Dan ternyata Monterosso lumayan bagus dan ada pantai yang berpasir lumayan luas. Kalau tau dari tadi, pasti kami nongkrongnya bakal lebih lama di sini.



Kereta kami meninggalkan kawasan Cinque Terre menuju La Spezia diiringi senja yang cantik (yang gak bisa difoto karena kebagian kursi yang ngadep ke tebing). Rasanya capai tapi bahagia sekali udah kesampean main ke Cinque Terre.

Kesimpulannya, jika harus mengurutkan desa dari yang paling disuka ke yang gak disuka, urutannya adalah : Manarola, Riomaggiore, Vernazza, Monterosso, Corniglia. Gak heran kalau orang-orang biasanya hanya berkunjung ke Manarola atau Riomaggiore saja. 

Oiya, dan berhubung saat itu jalur trekking sedang ditutup karena cuaca yang kurang bagus, saya jadi penasaran untuk kembali lagi suatu saat nanti untuk trekking. Kayaknya seru deh berpindah dari satu desa ke desa lain dengan jalan kaki. 

Begitulah cerita dari Cinque Terre, sampai bertemu di Florence!

No comments