Taipei: di Mana Hutan dan Kota Hidup Berdampingan


Hari itu hari Sabtu. Saya dan Junda berencana akan bertemu Guan, teman kuliah Junda saat di London, dan juga Debby (istrinya Guan) di stasiun MRT Wanfang Hospital yang dekat dengan AirBnb kami. Debby dan Guan akan mengantarkan kami berkeliling Taipei. Senang sekali rasanya jalan-jalan di kota baru dengan guide lokal asli.

Setelah pertemuan yang kurang dramatis (Junda dan Guan terakhir bertemu 2 tahunan yang lalu, so I expect some tears or hugs at least) di stasiun, bergegas lah kami ke tujuan pertama; Maokong.

Pertama kali menaiki metro di Taipei sambil melihat sekelebat pemandangan kota di luar, penilaian saya terhadap Taipei sebagai sebuah kota langsung naik drastis; metro yang super bersih seperti di Singapore dan Jepang, orang-orang yang tertib dan beradab, kota yang modern dan bersih, dan  ditambah lagi, di luar terlihat masih banyak hutan dan area hijau dengan trotoar yang lebar. Saya langsung bilang ke Junda, "Apa pindah ke Taipei aja nih kita?", yang berlanjut dengan obrolan dengan Guan dan Debby, yang kebetulan bekerja di start-up juga seperti kami, tentang potensi lowongan pekerjaan. Hahaha.

To give some context, Maokong adalah nama daerah yang terletak di pinggiran Taipei. Dulunya daerah ini adalah salah satu perkebunan teh terbesar di Taipei. Kontur daerahnya berbukit-bukit dan udaranya segaaaar sekali. Di sini, selain terdapat kebun binatang dan gondola yang akan membawa kami ke atas bukit, juga ada beberapa jalur trekking. Langsung ngiler deh saya, ngebayangin gimana enaknya bisa refreshing menghirup udara segar dan liat yang hijau-hijau dengan lokasi yang dekat banget dengan kota.

"Di belakang apartemen kami juga ada danau dan bukit loh! Kami kadang-kadang suka trekking juga di sana", tambah Debby.

Wah, saya dan Junda langsung merasa ingin ngobrol serius merencanakan masa depan dan melamar pekerjaan di Amazon Taiwan, jadi kurir juga rela kayaknya. Hahaha.

Sesampainya di Taipei Zoo Station, Guan dan Debby langsung mengajak kami naik gondola ke atas lalu makan siang di restoran yang katanya sudah mereka pesan. Gondola di Maokong ini termasuk ke dalam public transport-nya Taipei, dan bisa dibayar dengan menggunakan Easy Card, kartu transportasi di sana. Maokong Gondola ini mempunyai panjang sekitar 4,3 km membelah gunung, melewati 4 stasiun. Pengunjung bisa memilih gondola dengan lantai transparan juga untuk sensasi merinding-merinding lucu. Cool!

Menuju salah satu stasiun di tengah

Taipei, dilihat dari Gondola

Sampai di Maokong Station, yang merupakan stop gondola terakhir di atas bukit.

Ngelihat yang ijo-ijo berkabut gini, jadi suka lupa kalau ini masih bagian kota Taipei!

Hujan gerimis tipis-tipis, membuat nuansa jadi lebih syahdu~


Karena pas sampai di atas belum waktunya untuk makan siang, kami jalan kaki sebentar di sekitar stasiun melewati hutan, rumah, dan perkebunan warga. Kalau saja tau ada beginian di Taipei, mungkin kami akan menyisihkan waktu sedikit lebih lama untuk bisa trekking di dalam hutannya. 

Menuju jam makan siang, kami berjalan menuju Big Tea Pot, restoran yang dipilih oleh Guan dan Debby. Jaraknya sekitar 900 meter dari Maokong Stasiun. Karena Maokong sangat terkenal dengan tehnya, banyak sekali tea-house di mana-mana. Big Tea Pot sendiri juga merupakan restoran yang menyuguhkan berbagai macam makanan yang diolah dengan menggunakan teh. Kami memesan Wuyishan rock tea smoked chicken leg, nasi goreng teh, bihun kuah teh, dan beberapa sayuran yang saya lupa namanya. Waw, sepertinya rasanya akan lumayan challenging untuk lidah. Hahaha.

Most recommended menunya.


Selain makanan, kami juga memesan specialty tea dari daerah Maokong, yaitu High Mountain Oolong Tea. Ternyata yang datang adalah sebungkus besar daun teh yang kita bisa seduh sendiri, yang sisanya bisa dibawa pulang. Pantesan harganya agak mahal. Tapi lumayan jadinya buat oleh-oleh, saya dan Junda ga perlu beli teh lagi. Untuk menyeduh tehnya ternyata ada teknik tersendiri menggunakan teapot yang terbuat dari clay, yang dengan fasih diperagakan oleh Guan.

Wuyishan rock tea smoked chicken leg. Rasanya kayak ayam asap dengan sedikit aroma teh. Lumayan enak, tapi sayangnya disajikan dingin.

Bihun kuah teh.

Kalau boleh jujur, saya gak terlalu bisa menikmati makanan-makanan ini. Tapi untungnya Junda makan lahap banget. Kayaknya sih karena semua masakannya menggunakan teh khas daerah Maokong, yang ada hint aroma bunganya, mirip kayak teh melati. Yaa, bayangin aja makanan dengan aroma melati. Jadinya agak kurang cocok dengan saya yang memang gak terlalu nyaman dengan aroma bunga-bungaan di makanan (termasuk kemangi dan daun ketumbar!). Sehabis makan di sini, saya langsung nanya ke Debby di mana tukang jualan ayam goreng micin kayak Shihlin yang enak. Debby pun berjanji akan mengajak saya jajan Ji-Pai (taiwanese crispy chicken) nanti malam di night market.


Perjalanan pulang menuju Taipei Zoo station

Perjalanan selanjutnya adalah menuju ke Taipei 101, yang merupakan gedung tertinggi di Taipei. Karena tiket naiknya mahal banget, ditambah lagi saya dan Junda bukan penggemar gedung tinggi, jadinya kami cuma lihat-lihat dari bawahnya saja. Kebetulan di bawahnya ada mall yang foodcourt-nya terlihat menarik. Di sana saya jajan boba tea pertama kali di Taiwan.

Taipei 101, gedung tertinggi di Taipei terlihat di balik kabut.




Jajan Portuguese eggtart

Boba milk tea enak~

Ada orang-orang Falun Dafa yang sedang bermeditasi. Lumayan catchy dengan kostum kuningnya.


Comfortable pedestrian, what's not to love??


Menuju sore, karena lumayan lelah jalan kaki seharian, kami memutuskan istirahat sambil ngopi-ngopi, sekalian mengumpulkan energi untuk menjelajah night market di malam harinya. Sama seperti kota-kota besar di Indonesia, ternyata di Taipei banyak sekali cafe-cafe fancy nan edgy.



Gemes. Cama Cafe ini kayaknya salah satu chain terkenal yang cabangnya ada di mana-mana

Lucu jugaa~

Another love for Taipei : their bike renting system! Mungkin nanti cerita tentang bersepeda di Taiwan akan ditulis di postingan terpisah.


Mencoba memahami cara meminjam sepeda untuk bekal esok hari.

Saat itu di Taipei sedang marak kampanye karena menuju pemilu. 

Poster dan baliho kampanye di mana-mana

Kuil di dekat Raohe Night Market, tempat kami kalap makan di malam itu.


Malam ini kami diajak ke Raohe Night Market untuk jajan Ji-Pai yang sudah dijanjikan Debby. Saya sudah terbayang-bayang bagaimana enaknya ayam Shihlin di habitat aslinya.

Tapi, apakah kami berhasil mendapatkan Ji-Pai? Tunggu di postingan berikutnya!

bersambung...
*zoom in.. zoom out ala sinetron

Duduk bego kekenyangan sambil ngobrol di pinggir sungai. Ngeliat sungai bersih dengan green space begini jadi pengen beneran pindah aja ga siiih?

Perut kenyang, hati senang. Such a happy ending. Thank you, Guan and Debby!

2 comments

  1. Kayaknya kamu bisa nih bikin zine isinya perjalanan #murajunda ke Taiwan. Buanyak ceritanya dan isinya ratjun semuah! Terus aku bertanya-tanya, meditasi di tengah keramaian itu wow gimana caranya yha. Terus bisa tetep bersih padahal banyak kampanye pemilu. Aku juga paling penasaran makan makanan teh tehan itu, soalnya telur teh aja aku tergila-gila, apalagi ayam teh. Gak sabar baca tulisan yg jajanan di night market, ada kezutan apa lagi di Taiwan ini~~

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau suka teh mungkin akan suka banget sih makan di Maokong. Tjus lihat postingan berikutnya untuk makanan-makanan di night market~~

      Delete