Disclaimer : super-duper long post ahead! Brace yourself!
Saat berkunjung ke Jepang di 2014 yang silam, saya bertekad di dalam hati untuk kembali lagi ke negara ini suatu hari nanti. Pas bilang ke Junda, dia juga setuju untuk balik lagi ke Jepang. Makanya, setelah memutuskan untuk meniqa, kami jadi giat menabung uang, jatah cuti, dan mencari tiket promo ke Jepang untuk jalan-jalan berdua. Kami juga bertekad kalau perjalanan ini harus lama durasinya, memaksimalkan jatah berkunjung di visa single entry Jepang yaitu selama 15 hari.
Long story short, di bulan Agustus, kami berhasil mengamankan tiket penerbangan langsung AirAsia Jakarta - Narita dengan harga yang murah. Wah, rencana terlihat cukup mulus. Tapi tunggu dulu. Beberapa minggu kemudian, kami mendapatkan kabar kalau rute tersebut dihilangkan oleh pihak AirAsia karena satu dan lain hal, dan kami dihadapkan dengan pilihan untuk refund uang atau mengubah rute terbang. Tentu saja kami pilih yang kedua, dengan penuh jerih payah karena customer service AirAsia sepertinya dihajar banyak komplain saat itu. Setelah beberapa hari menunggu, akhirnya confirmed lah tiket Jakarta - Narita kami yang baru, via Bangkok.
Senang? Tunggu dulu. Masalah selanjutnya adalah visa. Junda aman karena punya visa waiver dengan e-paspor dan baru aja berkunjung ke Jepang 2 tahun yang lalu. Berhubung saya belum pakai e-paspor, saya punya 2 pilihan; mengganti paspor biasa saya ke e-paspor dan mengurus visa waiver, atau mengurus visa biasa. Setelah menimbang-nimbang, tampaknya urusan administrasi e-paspor sedikit lebih mudah daripada mengurus visa biasa, karena gak perlu melampirkan bank statement dan surat ini itu. Setelah berhasil mendapatkan nomor antrian paspor lewat aplikasi imigrasi yang subhanallah jelek banget itu (Dear immigration office, you seriously need a UX Researcher), cuti sehari untuk mengurus paspor, panas-panasan ke imigrasi, saya mendapati bahwa.... blanko e-paspor habis, untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. Kan emosi ya.
Jadilah saya switch plan ke visa konvensional, yang mana harus diurus di daerah yurisdiksi visa Jepang sesuai KTP saya, yang adalah di Medan. Untung banget bisa diwakilkan oleh anggota keluarga. Setelah kalang kabut urus surat keterangan kerja di kantor, print ini itu, deg-degan kirim dokumen ke Medan, akhirnya visa saya granted. Terimakasi mama~
Untuk trip 2 minggu ini, karena saya dan Junda sama-sama sudah pernah ke Jepang, jadi kami memutuskan untuk skip tempat-tempat yang biasa. Biasa di sini dalam artian mainstream (meh, sebenernya saya gak sukaa banget sama term ini), atau tempat yang 'kalo-kamu-ga-ke-sini-berarti-belum-ke-jepang'. Saya sepenuhnya menyerahkan itinerary ke Junda, dengan beberapa titipan penting, misalnya; main ke rumah Totoro, serta main ke Shimokitazawa - berhubung saya suka banget skena musik indie Jepang dan beberapa band kesukaan saya 'berumah' dari Shimokitazawa. Setelah berbulan-bulan berantem diskusi, akhirnya kami mendapatkan susunan itinerary yang pas.
Berikutnya akan ada Junda yang menulis. Monggo mas Junda lanjutkan~
Walaupun aku yang menyusun itinerary, tapi sebenarnya jauh lebih banyak items yang Mira minta. Dia mau ke Hakone, mau ketemu Martin - teman SMA-nya, mau makan okonomiyaki, mau makan takoyaki, mau makan katsu, mau makan ramen, mau bikin udon, mau masak-masak, mau sepedaan, mau tinggal bareng local, ga mau ke kota besar yang ramai, banyak deh pokoknya. Akhirnya itinerary kami jadinya seperti ini:
Part 1 : Jakarta - Bangkok - Tokyo!
Landing dari Narita, kami langsung naik kereta ke Ueno. Aku dan Mira sudah lama sekali tidak bertemu dengan taman kota yang luas dan rindang, jadinya kami menghabiskan setengah hari hanya berkeliling di Ueno Park serta daerah sekelilingnya. Karena akomodasi kami hari itu masih agak jauh lokasinya dari Ueno, kami meninggalkan tas ransel di coin locker.
Mendekati malam hari, kami pergi dari Ueno menuju akomodasi kami di Tsurukawa. Turun dari kereta, kami langsung dijemput di depan stasiun oleh host kami, Masaru-san. Sambil mengantarkan kami ke rumahnya, Masaru-san juga menjelaskan daerah di sekitar stasiun; supermarket mahal, supermarket agak mahal, hingga supermarket super murah. Sesampainya di rumah, Masaru masakin kami makan malam yang komplit; ada salad, kari, miso soup, dan odeng. Selain orangnya yang ramah, hal yang membuat kami lebih betah di rumahnya adalah Yuri, pomeranian lucu berumur 12 tahun yang friendly dan fluffy.
Part 2 : Odawara - Hakone
Tiga hari di Tokyo sudah cukup buat kami. Tokyonya sendiri sih menarik, but one whole year in Jakarta made us looking for somewhere quieter. Jadilah di hari keempat kami segera kabur ke Odawara. Itinerary kami sebenarnya adalah ke Kamakura, tapi ternyata hari itu hujan lebat di Kamakura. Odawara hujan juga sih, tapi lebih ringan, jadi kami memutuskan untuk keliling Odawara saja. Di Odawara, kami mendatangi Odawara castle, kastil yang perannya cukup penting bagi sejarah Jepang. Ketika aku pertama kali ke Jepang, aku ingin sekali datang ke sini tapi sulit untuk memasukkan Odawara ke itinerary saat itu. Jadilah dua tahun kemudian aku baru bisa sowan ke sini, setelah sedikit memaksa Mira yang tampaknya gak terlalu antusias dengan kastil dan sejarah.
Setelah keliling Odawara, kami naik bus menuju akomodasi kami di Hakone. Kami sebenarnya tidak punya harapan yang terlalu tinggi untuk akomodasi tersebut karena harganya murah. Tapi setelah sampai, ternyata tempatnya bagus sekali. Ryokan versi modern yang kamarnya bersih, bagus, dan ada onsennya.
Keesokan harinya, kami jalan kaki dari hotel mengelilingi danau Ashi. Hari cukup cerah jadinya harapan kami untuk melihat Gunung Fuji cukup besar saat itu. Kami sampai bela-belain ikut cruise di Lake Ashi tapi sayangnya sisi yang menghadap ke Gunung Fuji cukup berawan. Tapi tak apa, karena Lake Ashi dan sekitarannya juga menarik. Sepi dan tenang. Sempurna.
Harusnya ada Gunung Fuji di balik awan-awan itu.
Menuju sore, kami lanjut naik bus menuju Odawara lalu lanjut kereta ke Yokohama. Malam ini kami bermalam di bus yang akan membawa kami menuju Nagoya.
Part 3: Yokohama - Nagoya - Ena
Setelah bermalam di bus, kami sampai di Nagoya keesokan harinya. Setelah sarapan dan selonjoran bentar di warnet (yang fasilitasnya lengkap - shower, all you can drink vending machine, fast internet, private cubical), kami langsung menuju Aichi Expo Park, tempat di mana replika rumah Satsuki dan Mei berada. Mira ngotot banget mau ke sini, jadi mau gak mau harus sempilin tempat ini di itinerary, yang untungnya masih sejalan. Mungkin nanti Mira akan nyeritain tentang rumah Satsuki dan Mei di postingan yang terpisah. Soalnya pas di sana dia super girang ga berhenti motret, dan nyengir lebar banget.
Dari Nagoya, kami menuju Ena, sebuah kota (atau desa?) kecil yang letaknya dekat dengan tujuan kami keesokan harinya yaitu Magome. Awalnya kami berencana menginap di Magome dan udah book penginapan di sana. Tapi pas udah mau berangkat, Mira sadar kalau ternyata aku book penginapan di bulan yang salah. Untung aja bisa dicancel gratis. Tapi pas mau book lagi di tanggal yang benar, penginapannya ternyata udah penuh dan kami jadi harus cari alternatif lain. Mira akhirnya nemu AirBnb di Ena dengan harga yang lumayan murah.
Ena ternyata adalah kota kecil yang menyenangkan. Kontur daerahnya berbukit-bukit. Kami beruntung banget dapet AirBnb yang nyaman. Shigeki, sang host, ternyata juga baik banget.
Ena
Salah satu sudut AirBnb di Ena
Part 4: Ena - Magome - Tsumago - Takayama
Junda dan Shigeki, ikrib banget~
Aku dan Mira sebenernya suka trekking. Tapi bukan yang naik gunung bawa carrier heboh gitu juga sih, udah lewat masanya. Kami suka jalan kaki di alam yang ijo-ijo. Setelah terakhir kali trekking di Peak District, aku jadi niat untuk cari tempat trekking di Jepang untuk mengobati kerinduan. Dari begitu banyak pilihan, aku dan Mira akhirnya setuju untuk trekking di Old Nakasendo Road, dari Magome ke Tsumago. Shigeki pagi itu berbaik hati mengantarkan kami ke stasiun Nakatsugawa untuk menyimpan tas kami di coin locker, lalu lanjut nganterin lagi sampe ke Magome, starting point trekking hari itu. Di perjalanan, Shigeki juga ngajak kami mampir ke Ena Gorge, sungai yang jadi icon-nya kota Ena.
Ena Gorge
Di perjalanan menuju Magome
Sampai!
Old Nakasendo Road ini adalah jalur Tokyo-Kyoto di zaman dulu. Pas jalan di sini, rasanya kayak naik mesin waktu ke Jepang jaman Edo. Kami menuliskan satu postingan khusus untuk tempat ini, check that one out!
Sampai di Tsumago!
Setelah selesai trekking sejauh 7.7km, kami langsung lanjut naik kereta ke Takayama. Perjalanannya cukup panjang karena kami naik kereta lokal. Tengah malam kami sampai di Takayama dan langsung tertidur pulas kelelahan.
Part 5: Takayama - Shirakawa Go
Hari pertama di Takayama dihabiskan untuk berkeliling kota di tengah hujan salju ringan. Senang, tapi kedinginan juga. Saat itu pertama kalinya aku tau ada penemuan mutakhir yang bernama portable heat pack. A very useful little thing that looked like ice cream but emit heat. Keesokan harinya kami berkunjung ke Shirakawa Go. Mira dari dulu udah pengen banget ke Shirakawa Go, tapi ternyata keputusan kami lumayan salah. Berhubung kami baru ke Shirakawa Go setelah dari Nakasendo. Menurut Mira sih lebih bagusan Nakasendo. Buat aku juga begitu. Mungkin karena Shirakawa Go udah terlalu ramai oleh turis kali ya?
Old Takayama
Can you see the snow?
Shirakawa Go
Part 6: Osaka - Kyoto
3 malam di Takayama, keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan ke Osaka. Kami berencana untuk stay di Osaka selama 5 hari, sebagai titik tengah ketika eksplor daerah Kansai yang lainnya, karena Osaka adalah hub central daerah Kansai. Ditambah lagi harga penginapannya gak semahal di Kyoto, dan ada Kansai Thru Pass sebagai kartu sakti untuk transportasi di daerah Kansai. Kami bisa naik bus, kereta, tram, pretty much every privately operated transportation in Kansai.
Hari pertama di Osaka dihabiskan dengan berkunjung ke Osaka Castle dan Umeda Sky Building, memanfaatkan gratisan dari Osaka Amazing Pass. Selanjutnya kami makan takoyaki di salah satu kios takoyaki tertua di Osaka (since 1953), dilanjut dengan makan malam okonomiyaki. Bahagia sekali rasanya. Aku dan Mira rasanya nggak pernah makan makanan yang tidak enak selama di Jepang.
Umai-ya takoyaki, kedai ini ternyata muncul di Streetfood-nya Netflix!
Keesokan harinya kami ke Kyoto. Destinasi pertama kami adalah destinasi sejuta umat; Fushimi Inari Shrine dan juga Arashiyama Bamboo Forest. Ya, standar lah ya.
Fushimi Inari Taisha
Part 7: Himeji, Kobe, Nara
Lap terakhir dari trip ini kami isi dengan keliling kansai. Berkat Kansai Thru Pass, kami tidak perlu kuatir dengan transportasi. Kami bisa ke Himeji dan Kobe dalam satu hari. Di Himeji, kami jalan kaki dari stasiun Sanyo-Himeji ke Himeji Castle. Jalan kakinya lumayan jauh, tapi jalanannya enak, jadi kami senang. Himeji Castle ini rasanya kastil paling bagus yang kami datangi. Tamannya luas dan kalau semua pohon sakura-nya berbunga, kayaknya akan jauh lebih bagus lagi. FYI, kastil ini merupakan salah satu spot hanami terbaik di jepang.
Himeji castle
Dari Himeji, kami singgah di Kobe. Dari awal memang rencananya kami ingin tea time di Kobe, jadi tidak harus dari pagi-pagi sekali. Bahkan kami sampai di Kobe masih agak siang, jadi kami keliling-keliling kotanya dulu, sekalian menimbang-nimbang mau duduk-duduk di kafe mana. Setelah satu jam lebih jalan, akhirnya kami memutuskan untuk ke.......... Starbucks. Karena lokasinya yang tepat di tepi Kobe Port, and surprisingly kopi dan tehnya juga lumayan enak.
View dari Starbucks, ada antrian pengabdi konten sosial media :))
Keesokan harinya, kami ke Nara. Kami bela-belain ke Nara karena rusa-rusa di sini sudah dilatih untuk membungkuk ketika minta makan. Ketika sampai di sana, kami langsung ketemu dengan rusa-rusa tersebut tidak jauh dari stasiun. Makanan rusanya sendiri ternyata rice crackers, yang banyak dijual di sana. Karena terlihat enak, Aku coba icip sedikit tapi ternyata rasanya tawar. Setelah rice cracker kami habis dibagi-bagi ke rusa, kami bingung mau ngapain lagi. Jadinya kami pulang ke Osaka. Sebenarnya banyak yang bagus sih dari Nara, tapi akumulasi kelelahan dari dua minggu udah kerasa banget. Belum lagi besoknya kami akan kembali ke Tokyo pagi-pagi sekali, jadi hari itu kami pulang cepat ke Osaka untuk beristirahat.
Part 8: Heading back to Tokyo
Jadi, pake JR Pass atau engga yaa?
Sehari sebelum flight pulang ke Indonesia, Kami kembali ke Tokyo. Kali ini kami naik Shinkansen dari Shin-Osaka ke Tokyo. Mira belum pernah coba shinkansen waktu pertama kali dia ke Jepang, jadi sekarang aku usahakan kami ada naik shinkansen-nya.
Sebenarnya kalau dari awal kami menggunakan JR Pass, kami bisa saja naik shinkansen sepuasnya, tapi setelah kami hitung-hitung ternyata pengeluarannya akan membengkak jauh karena kami harus pakai JR Pass 2 minggu yang harganya hampir dua kali lipat JR Pass 1 minggu. Alternatif lain adalah menggunakan JR Pass yang 1 minggu saja, dengan cara menggeser jadwal kami pergi ke kota-kota yang jauh sedemikian rupa sehingga kami bisa round trip dari tokyo dan kembali lagi ke tokyo dalam 7 hari saja. Tapi ternyata ini juga sulit, karena banyak item itinerary kami yang setelah digeser pun masih membutuhkan minimal 8 hari. Setelah menimbang-nimbang semua alternatif, jadilah kami menggunakan plan yang sekarang, yaitu menggunakan tiket ketengan plus day pass kota-kota tertentu saja.
Ketika di Tokyo kami menggunakan Tokyo metro 1 day pass, ketika di Osaka kami menggunakan Osaka Amazing Pass, ketika keliling Kansai kami menggunakan Kansai Thru Pass, etc. Akhirnya kami berhasil menekan pengeluaran transport, namun masih dapat fleksibilitas day pass juga. Bahkan kami masih bisa naik shinkansen juga.
Kami keliling-keliling sebentar di Tokyo menuntaskan perburuan oleh-oleh, yang sebagian besarnya adalah berupa bahan dan bumbu masakan buat aku dan Mira, lalu langsung ke Narita untuk menginap di hotel di dekat bandara. Keesokannya pagi-pagi sekali, kami pun resmi mengakhiri liburan dengan perut senang, kaki pegal, memory card kamera yang penuh, dan dompet yang kosong.
See the full itinerary here : itinerary Japan 2019
Haloo.. mbaa mau tanya dong, foto yang ini
ReplyDeletehttps://2.bp.blogspot.com/-BpXJSx3XOHc/XM2n8Vk2JLI/AAAAAAAA-Lc/hTHHcO9TqAgYu17CUTu0NMfNmO89QJMHACLcBGAs/s1600/2019_0307_06361100.jpg
diambilnya pake cam apa ya? suka banget tonenya :D
Thank you
haloo, itu aku pakai Fuji XE-2
Delete